6.311 Balita di Kota Bogor Alami Stunting

Kota Bogor6.311 dari total 84.729 balita di Kota Bogor mengalami stunting. Data itu dilansir Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor mengacu pada jumlah penduduk di tahun 2020 yang mencapai 1,1 juta jiwa. Angka itu menurun jika dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 8.991 balita.

Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan, setidaknya ada sekitar 12 kelurahan di Kota Bogor yang angka stuntingnya cukup tinggi.

“Di 2020 kemarin ada sekitar 12 kelurahan yang angka stuntingnya cukup tinggi. Tapi Alhamdulillah pada 2021 ini angkanya turun. Tinggal di Kelurahan Bondongan dan Kelurahan Ranggamekar saja,” ucap Dedie belum lama ini.

Menurut Dedie, permasalahan stunting memang banyak penyebabnya. Berdasarkan laporan penelitian Kohort yang dilakukan Balai Pusat Litbang Upaya Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak 2015 hingga 2020, ada empat kelurahan yang dijadikan penelitian.

Hasil dari penelitian itu, lanjutnya, di dalam stunting memang ada permasalahan kesehatan yang menjadi penyebab yang cukup serius. Terutama bagi mereka yang berusia dewasa dan menjadi orang tua.

“Dari 2.000 orang, 800 orang yang diikuti perjalanan kesehatannya mengalami permasalahan penyakit tidak menular. Seperti jantung, diabetes, hipertensi dan stroke. Ini permasalahan yang cukup serius. Apalagi hasil penelitian menunjukkan kebanyakan masyarakat kurang makan sayur, buah, dan protein,” ungkapnya.

Baca juga:  MUI Akan Verifikasi Sertifikat Halal Hotel dan Restoran

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bogor, Syarifah Sofiah mengatakan, Pemkot Bogor sudah melakukan berbagai upaya untuk mengurangi angka stunting melalui Dinas Kesehatan Kota Bogor seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) baik dari APBD maupun APBN.

“PMT tersebut tak hanya untuk ibu hamil, namun juga untuk balita gizi buruk, balita gizi kurang, ibu hamil yang terpapar Covid-19 dan balita Covid-19 serta nakes (tenaga kesehatan) Dinkes yang terpapar Covid-19,” jelasnya.

Tak hanya itu, Dinas Kesehatan melalui posyandu – posyandu di wilayah juga melakukan pemantauan pertumbuhan balita, termasuk melakukan kerjasama dengan lintas sektor melalui konvergensi stunting.

Pelayanan tata laksana gizi buruk beserta rujukan ke rumah sakit bila diperlukan juga dilakukan. Begitu juga dengan distribusi obat-obatan hingga multivitamin bagi ibu atau balita itu sendiri.

“Kendala yang ada selama pandemi dalam intervensi adalah ditutupnya pelayanan kesehatan di posyandu dan adanya rasionalisasi anggaran. Sehingga kita berinovasi dari membuat posyandu mobile hingga kunjungan door to door dengan protokol kesehatan yang ketat,” ujarnya.

Syarifah berharap, pada 2022 mendatang angka stunting di Kota Bogor bisa terus mengalami penurunan, mengingat kasus Covid-19 di Kota Bogor mulai melandai. “Semoga saja tren penurunan kasus stunting bisa terus berlanjut di tahun depan,” pungkasnya. (MTH)