Ade Yasin: Pahami MCP, Cegah Korupsi!  

Cibinong, rakyatbogor.net – Bupati Bogor, Ade Yasin meminta jajarannya untuk meningkatkan kemampuan dan pemahaman jajarannya mengenai Monitoring Center for Prevention (MCP). Hal ini dilakukan sebagai upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor mendukung upaya pencegahan korupsi.

Imbauan itu diungkap langsung Ade Rapat Koordinasi dan Monev Program Pemberantasan Korupsi Terintegrasi / Monitoring Center for Prevention ( MCP), di Ruang Auditorium Sekretariat Daerah, Cibinong, akhir pekan lalu.

MPC sendiri merupakan aplikasi terintegrasi yang dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna memudahkan monitoring upaya koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi yang dioperasikan salah satunya oleh pemerintah daerah.

Hadir memberikan materi MCP yakni, Inspektur Khusus Itjen Kemendagri, Teguh Narutomo, Inspektur Wilayah II Itjen Kemendagri, Ucok A. Damenta, dan Inspektur Wilayah IV Itjen Kemendagri, Arsan Latif.

Ade menjelaskan, meski Kabupaten Bogor berkali-kali mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) tidak lantas membuat Pemkab Bogor selalu merasa baik-baik saja. “Kita tetap berupaya untuk selalu menjadi lebih baik ke depan. Setiap tahun selalu ada perubahan dan perkembangan aturan dan kebijakan, oleh karenanya hari ini kita update kembali informasi dan pengetahuan kita mengenai program pencegahaan korupsi, yang materinya akan disampaikan oleh pihak Kementerian Dalam Negeri,” ujar Ade.

Ade juga mengungkapkan, di tengah kondisi Covid-19 yang sedang meningkat, Pemkab Bogor tetap melaksanakan kegiatan-kegiatan dan juga program-program. Bahkan di masa pandemi ini, pelayanan kepada masyarakat harus terus ditingkatkan.

“Di tahun 2021 kondisi keuangan kita stabil, APBD kita tidak terganggu meskipun ada refocusing untuk penanganan Covid-19. Kita juga sedang kejar pembangunan infrastruktur di desa, Alhamdulillah kini sudah tidak ada lagi desa tertinggal. Kita lihat kondisi desa masih butuh pembangunan infrastruktur, dan kita masih upayakan di tahun 2022, target utamanya tetap infrastruktur dan berbagai program Pancakarsa,” ungkap Ade.

Ade menuturkan, khusus Inspektorat Kabupaten Bogor, perlu meningkatkan fungsi Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dengan mengedepankan langkah preventif sedari awal di berbagai kegiatan, mulai dari perencanan, penganggaran, pelaksanaan, hingga pelaporan.

“Tahun 2022, dana program Samisade kembali turun dan ini memerlukan perhatian ekstra. Inspektorat daerah harus dapat memastikan berbagai program pembangunan berjalan efektif dan efisien, sehingga Kabupaten Bogor bisa kembali mendapatkan WTP yang ketujuh,” tutur Ade.

Baca juga:  Ketua Bhayangkari Bogor Serahkan Bantuan pada Korban Bencana

Karena itu, Ade berpesan, kepada jajarannya untuk meningkatkan kompetensi di bidang MCP, kepada camat dan jajaran kepala perangkat daerah. “Pemahaman MCP ini juga penting untuk mencegah sejak dini kekeliruan yang dapat menyebabkan kerugian negara. Terutama camat saat ini sebagai tim teknis program Samisade. Dengan adanya MCP ini, diharapkan kita lebih baik mencegah daripada mengobati,” tandasnya.

Sementara itu, Inspektur Khusus Itjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Teguh Narutomo menjelaskan, ada 8 titik rawan tindak pidana korupsi yakni pertama, perencanaan dan penganggaran APBD seperti rawan mark up anggaran, keterlambatan pengesahan APBD, dan praktik suap, pemerasan, gratifikasi dalam pengesahan anggaran.

Kedua, pengadaan barang dan jasa seperti tidak independen, tidak transparan dan akuntabel, adanya kepentingan tertentu dalam pelaksanaannya, dan persekongkolan pelanggan. “Ketiga, adalah perizinan seperti perizinan yang tidak transparan dan akuntabel, tidak memadai dan tidak representatif, dan pendelegasian kewenangan perizinan belum sepenuhnya dilaksanakan,” kata Teguh.

Keempat, lanjut Teguh, pengawasan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dalam istilahnya lembaga pengawas internal seperti Inspektorat Daerah, masih dinilai kurang, kompetensi APIP yang kurang memadai, dan peran APIP belum optimal dalam melakukan pendampingan kepada perangkat daerah. “Kelima, manajemen ASN, standar pengelolaan ASN belum diimplementasikan, belum ada mekanisme penilaian kinerja dan pemberian reward and punishment, serta praktik jual beli jabatan,” terang Teguh.

Keenam kata Teguh, yakni optimalisasi pajak daerah, database pajak kurang optimal dan tidak up to date, pajak belum sesuai dengan potensi sebenarnya, tidak ada inovasi peningkatan pajak, dan tunggakan pajak yang tidak tertagih. Ketujuh, manajemen aset daerah dan kedelapan, tata kelola keuangan desa.

Teguh menyebutkan, latar belakang MCP adalah tingginya kasus korupsi di tingkat Pemerintah Daerah, MCP bukan mencari orang-orang yang salah, melainkan menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik, sehingga kita dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.  (fuz)