Ade Yasin ‘Teriak’ ke Ombudsman RI

Ade Yasin, Bupati Bogor

Cibinong, rakyatbogor.net – Keberadaan pengungsi asal Timur Tengah di Cisarua, menjadi dilemma bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Hal ini diakui Bupati Bogor, Ade Yasin saat menghadiri dan menerima Laporan Tahunan Ombudsman Republik Indonesia di Mahoni Ballroom, Lido Lake Hotel, Cigombong, Kamis (17/3/2022).

Karena itu, Bupati pun meminta dukungan Ombudsman mencarikan solusi untuk mengatasi para pencari suaka yang menurutnya saat ini sudah mencapai 1.690-an orang. “Harus ada solusi, ketika para pengungsi ini ditempatkan The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) di Puncak, mereka ditempatkan di sana tanpa pekerjaan, tanpa lahan yang bisa digarap, akhirnya menjadi pengangguran, ada juga yang akhirnya meresahkan masyarakat sekitar,” jelas Ade.

Tak hanya itu, Ade juga mendesak Kementerian Hukum dan HAM untuk memindahkan para pengungsi ke lokasi dimana mereka (para pengungsi-red), bisa mendapatkan pemasukan secara ekonomi dengan cara bercocok tanam.

“Kami pun ketika akan menertibkan orang-orang asing ini harus juga berkoordinasi dengan imigrasi. Tidak bisa kita tindak lanjuti sendiri bersama Satpol PP dan Polres. Mungkin dengan dibantu oleh Ombudsman RI, barangkali kementerian yang berwenang akan lebih terbuka. Usulan kami, kita pindahkan ke lokasi yang memang disitu ditampung dan juga diberi lahan untuk bercocok tanam. Kalau ditempatkan di Puncak tidak ada pekerjaan dan lahan yang bisa digarap,” ujar Ade.

Sementara itu, Ketua Ombudsman RI, Mokhammad Najih melalui sambungan virtualnya mengungkapkan, pihaknya akan terus berupaya merespon cepat laporan masyarakat dengan berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan publik.

“Seiring dengan harapan publik yang tinggi terhadap Ombudsman, maka keberadaan Ombudsman sangat strategis untuk mendorong percepatan terwujudnya pelayanan publik yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan pemangku kepentingan,” ungkapnya.

Najih juga menjabarkan pengaduan masyarakat atas dugaan maladministrasi yang diterima Ombudsman RI pada tahun 2021 sebanyak 7.186 laporan. Jumlah laporan ini cenderung meningkat, berdasarkan dugaan maladministrasi terbanyak adalah penundaan berlarut. Berdasarkan substansi laporan terbanyak adalah bidang agraria atau pertanahan dengan jumlah 1.228 laporan.

“Pemahaman masyarakat untuk melapor kepada Ombudsman masih perlu kita tingkatkan lagi, pemahaman terhadap fungsi Ombudsman masih perlu terus kita diseminasikan kepada masyarakat umum. Untuk mengatasi hal ini, dilakukan kegiatan konsultasi non laporan yang terus meningkat,” ujar M. Najih.

Baca juga:  GOR Laga Tangkas dan Laga Satria, Nasibnya Kini Menyedihkan

Ia menambahkan, sebagai upaya pencegahan terhadap maladministrasi, Ombudsman RI melaksanakan penilaian kepatuhan pemenuhan standar pelayanan publik untuk mengetahui kualitas pelayanan publik secara nasional. Sejak tahun 2021 penilaian kepatuhan terhadap pemerintah daerah dilaksanakan secara populasi yaitu seluruh pemerintahan provinsi dan kabupaten kota.

Sekedar diketahui, hingga saat ini ada ribuan imigran yang tinggal di kawasan wisata Puncak terus bertambah. Upaya membatasi kunjungan imigran ke wilayah tersebut rupanya tak pernah terwujud. Padahal, masyarakat sekitar secara tidak langsung menolak kehadiran mereka.

Ketua Komunitas Penggerak Pariwisata Puncak, Muhammad Teguh mengatakan, keberadaan imigran di Puncak setiap tahunnya terus bertambah. Bahkan, Imigrasi sebagai pihak yang memiliki kewenangan untuk hal tersebut terlihat kewalahan dan terkesan angkat tangan.

Sementara, masyarakat lokal mulai risih dengan keberadaan mereka karena kultur dan perilaku yang dianggap berbeda. “Ya kini masyarakat mulai kurang nyaman harus hidup dengan para imigran karena perilakunya yang dianggap tidak sepaham, tapi pemerintah pun terkesan tidak pernah ada upaya untuk menghilangkan imigran di kawasan Puncak,” ujar M.Teguh kerap dipanggil Bowie belum lama ini.

Saat ini, para imigran sudah hidup layaknya warga lokal. Aktifitas mereka dari mulai berjualan hingga membuka pangkas rambut terus tumbuh. Bahkan, di Kampung Ciburial, Desa Tugu Utara, deretan pangkas rambut atau salon berjejer di kampong tersebut.

Pekerjanya tak lain para imigran yang mencari suaka yang sudah bertahun-tahun menetap di kawasan Puncak. “Yang jualan banyak di Pafesta, ada juga yang buka pangkas rambut dan bisnis kue, yang jelas mereka kini layaknya warga local yang memiliki kegiatan setiap harinya,” terangnya.

Padahal, kata dia, aturan Dirjen Imigrasi melarang para imigran untuk melakukan aktifitas yang menghasilkan uang atau bekerja,”Tapi faktanya mereka melakukan aktifitas demi mendapatkan uang, dan itu tidak pernah ada tindakan sama sekali, hingga saat ini mereka terlihat bebas melakukan apa saja,” bebernya.

Sependapat, Chaidir Rusli warga Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, menurutnya, tidak ada aturan tegas membuat para imigran bebas melakukan aktifitas layaknya sebagai tuan rumah di negeri orang.

“Seharusnya imigrasi dan Pemkab Bogor melakukan upaya penindaka ketika imigran menyalahi aturan tinggal, kalau dibiarkan keberadaan mereka dikhawatirkan akan berbenturan dengan warga lokal akibat perilaku yang kurang dipahami,” tandasnya. (fuz)

Tags: