Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk melakukan suspensi perdagangan efek (saham) PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) alias Sritex. Penghentian ini terhitung sejak Sesi I perdagangan efek Selasa, 18 Mei 2021.
“Hingga pengumuman bursa lebih lanjut,” kata kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3 BEI Goklas Tambunan dalam pengumuman di Keterbukaan Informasi BEI pada hari yang sama.
Selain itu, keputusan penghentian perdagangan saham Sritex ini juga dilakukan BEI dalam rangka menjaga perdagangan efek yang teratur, wajar dan efisien. Selanjutnya otoritas bursa meminta kepada pihak yang berkepentingan untuk selalu memperhatikan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh perseroan.
Adapun keputusan ini diambil BEI dengan mempertimbangkan adanya surat elektronik dari PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) No. KSEI-3657/DIR/0521. Surat tertanggal 17 Mei 2021 ini terkait dengan Penundaan Pembayaran Pokok dan Bunga Medium Term Note (MTN) Sritex tahap III Tahun 2018 Ke-6 (enam) (USD-SRIL01X3MF).
Sritex tercatat memiliki MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 sebesar US$ 25 juta. Berdasarkan laporan per akhir 2020, MTN ini memiliki tingkat suku bunga 5,8 persen per tahun yang dibayarkan setiap enam bulan sekali. Sementara emiten tekstil tersebut tidak bisa membayar MTN jatuh tempo karena tengah berstatus Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
Baru-baru ini, Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang telah mengabulkan gugatan PKPU CV Prima Karya kepada Sritex. Dengan demikian, Sritex dan tiga anak usahanya yakni Sinar Pantja Djaja, Bitratex Industries, dan Primayudha Mandirijaya resmi menyandang status PKPU sementara untuk 45 ke depan.
CV Prima Karya diketahui sebagai salah satu vendor yang terlibat dalam renovasi bangunan di Grup Sritex. Gugatan PKPU diajukan atas nilai utang yang belum dibayarkan oleh pihak Sritex senilai Rp 5,5 miliar. Padahal seharusnya, pembayaran seharusnya dilakukan dalam dua termin pembayaran.
Fakta yang terungkap selama persidangan menyebutkan bahwa, CV Prima Jaya telah memberikan kelonggaran waktu selama 30 hari kepada Sritex dan tiga anak usahanya yang berstatus sebagai Corporate Guarantee, untuk melunasi utangnya. “(Mereka) secara tanggung renteng berkewajiban melunasi utang tersebut,” demikian bunyi pertimbangan hakim yang dibacakan, awal Mei 2021 lalu.
Tapi hingga waktu yang ditentukan, Sritex tak kunjung melunasi utang-utangnya. Pihak Prima Karya kemudian memperingatkan Sritex melalui surat peringatan 1 pada 3 Maret 2021, SP2 12 Maret 2021 dan somasi pada 1 April 2021.
Tags: sritex
-
16 Tim Pastikan Tiket 8 Besar Piala Suratin KU-13 dan KU-15
-
APDESI Rumpin Minta Pemkab Bogor Segera Perbaiki Jembatan Leuwiranji
-
Dagang Sajam Untuk Tawuran, Dua Remaja Diamankan Polisi
-
KSO ‘Jor-joran’, Aktivis Lingkungan Minta PT. Jaswita Segera Hentikan Eksploitasi Lahan Resapan Air