Megamendung, rakyatbogor.net – Warga Kampung Sirnagalih, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor mengeluhkan aktivitas pembukaan akses jalan di Blok Geger Malang menuju lokasi proyek pembangunan obyek wisata di lahan Perhutani. Warga khawatir, aktivitas tersebut dapat berdampak buruk terhadap lingkungan mereka.
Seperti dituturkan Azet Basuni, salah seorang warga yang juga aktivis Puncak Ngahiji yang menilai kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Karena kata dia, aktivitas tersebut selain bisa berdampak buruk terhadap lingkungan, juga bisa merusak ekosistem di dalamnya.
“Apapun alasannya, kami sangat menyayangkan aktivitas tersebut yang jelas akan merusak ekosistem didalamnya,” keluhnya belum lama ini.
Ia pun menyebutkan salah satu keluhan warga yakni kondisi sumber mata air yang dulunya bersih kini menjadi keruh karena dampak dari aktivitas perataan tanah.
Pihaknya pun berharap, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor melalui Dinas terkait turun ke lokasi melakukan pengkajian serta mengakomodir keluhan warga sekitar terkait dampak yang akan ditimbulkan dari aktivitas tersebut.
“Ibarat bom waktu, suatu saat nanti akan meledak. Terlebih ketika hujan deras mengguyur kawasan ini, dikhawatirkan akan berakibat fatal dan mengakibatkan bencana bagi lingkungan disekitarnya. Dan kami minta Pemkab Bogor melalui Dinas terkait untuk turun ke lokasi,” pintanya.
Senada, Maman Usman Rasyidi. Aktivis Pengiat Pelestari Lingkungan (Pepeling) Bogor Raya pun mendesak Bupati Bogor Ade Yasin agar memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan dan warga masyarakat Kabupaten Bogor secara menyeluruh, salah satunya terkait aktivitas di lahan Perhutani tersebut.
“Bupati harus peka dengan apa yang terjadi di wilayahnya, salah satunya di Megamendung ini. Apalagi ini kaitannya dengan lingkungan warga dan keselamatan warga itu sendiri,” tegasnya.
Terlebih, lanjut dia, saat ini warga tengah kesulitan mendapatkan air bersih, karena sumber air seperti aliran sungai yang biasa mereka gunakan kini telah tercemari. Belum lagi risiko bencana akibat aktivitas itu,” tandasnya.
Mengacu pada aturan, kata dia, Kabupaten Bogor memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 11 tahun 2016 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) dan mutlak harus dipatuhi seluruh stakeholder yang ada di Kabupaten Bogor berkaitan dengan pemanfaatan lahan.
“Dalam perda tersebut jelas disebutkan, bahwa Megamendung sebagai kawasan resapan air, kawasan rawan bencana, kawasan hutan produksi dan lain sebagainya,” paparnya.
Masih menurut Maman, Perda Tata Ruang Pemerintah Kabupaten/Kota berpedoman pada UU Tata Ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
“Artinya kebijakan tata ruang daerah merupakan representasi dari kebijakan tata ruang pusat,” terangnya.
Ia menegaskan, semua pihak, tanpa terkecuali harus mematuhi aturan yang ada. Dan terkait hal itu, pemerintah daerah harus mengambil sikap tegas terhadap permasalahan ini.
Sementara itu, Dahlan, Asisten Perum Perhutani BPKH Bogor belum lama ini mengatakan, pihaknya masih mendalami hal tersebut.
Karena kami juga masih belum tahu jelas soal itu, tapi sempat ada informasi,” ujarnya kepada wartawan belum lama ini.
Namun secara legalitas, pihaknya mengakui ada Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Garuda Huha (pihak pembuka jalan) dengan Perum Perhutani KRPH.
Namun kata dia, terkait pembukaan jalan bukan menjadi kewenangan Perhutani, namun menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
“Artinya secara legalitas, pembukaan jalan itu ilegal,” tegasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, aktivitas perataan tanah di lahan Perhutani Blok Gegermalang, Desa Megamendung, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, dikeluhkan warga sekitar. Sebab, aktivitas di lokasi proyek pembangunan obyek wisata Gunung Kumpel itu telah berdampak terhadap sumber mata air warga yang saat ini kesulitan mendapatkan air bersih. (asz)
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut