Pamijahan, HRB – Bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Pamijahan dan Leuwiliang pada pekan lalu rupanya tak hanya menyisakan trauma mendalam bagi warga terdampak, tapi juga menguak fakta dugaan adanya pemotongan uang bantuan relokasi pada tahun 2015 lalu.
Ya, para warga yang terdampak bencana saat ini merupakan warga yang direlokasi ke lokasi saat ini ketika bencana longsor menimpa mereka tahun 2015 lalu. Saat itu, selain di relokasi warga pun diberi bantuan berupa uang sebesar Rp50 juta, namun pada kenyataannya mereka hanya menerima uang sebesar Rp500 ribu saja.
Hal ini diakui Uum (43) yang sudah dua kali menjadi korban terdampak longsor. Kejadin itu membuat ia dan keluarganya merasa trauma sampai saat ini. “Yang dulu juga masih trauma. Apalagi kejadian yang sekarang, kalau yang dulu itu tidak makan korban. Dulu di situ ada batu besar yang sekarang ke bawa air tuh, disitu dulu ada rumah, udah tau disitu pernah kejadian kenapa bikin rumah (direlokasi-red) disitu, kenapa gak di tempat lain,” bebernya.
Uum juga mengaku kecewa dengan pemerintah karena dana yang dijanjikan ternyata tak sesuai. “Saat itu sempat nerima uang sebentar dari Bank BJB Leuwiliang tahun 2015 katanya Rp50 juta. Emang kita yang ambil dari bank, cuma pas keluar dari bank pas di mobil diambil sama pak RW dan pak RT. Sisa diambil sama pak Lurah kita dikasih cuma Rp500 ribu,” katanya.
Senada dengan Uum, Een (48) mengaku, takut jika diberikan bantuan rumah tinggal atau relokasi itu tanahnya rawan longsor lagi. “Kalau dikasih sumbangan saya mah gak mau rumah lagi, pengennya uang aja, kalau uang kan kita bisa dimana aja kita membangun rumah. Kalau dikasih rumah takutnya itu tempat nya yang rawan lagi. Waktu itu (tahun 2015 silam-red), turunnya bantuan itu berupa uang, tapi kita ngambilnya cuma Rp500 ribu doang kan. Sisanya itu dipakai beli alat-alat rumah, bikin (bangun) rumah, kita mah tinggal masuk aja sudah beres pindahnya,” katanya.
Senada, Nursih (50) membenarkan jika bencana yang terjai pada pekan lalu menyisakan trauma mendalam bagi warga terdampak. Betapa tidak, tempat yang mereka tinggali itu nyata-nyata merupakan lahan relokasi yang disediakan pemerintah pada 2015 lalu.
“Jadi kalau kami disuruh pilih, mending uang aja karena bisa milih sendiri tempat yang aman. Dari pada kayak dulu, di relokasi ke sini, eh malah jadi korban lagi,” papar Nursih (50).
Sementara itu, Mentri Sosial RI Tri Rismaharani dalam kunjungannya ke lokasi bencana longsor pada, Jumat 24 Juni 2022 malam saat ditanya langkah apa yang akan dilakukan setelah mengetahui bahwa Kampung Muara Baru tersebut adalah relokasi dan warga dua kali menjadi korban bencana.
“Kami akan evaluasi seluruh, dan akan komunikasi dengan badan geologi dibawah kementrian ESDM, dan BMKG supaya dapat melihat kondisinya seperti apa di kawasan ini,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini kepada wartawan usai meninjau lokasi longsor di Kampung Muara.
Selain itu, dia menjelaskan pihaknya akan melakukan mitigasi terlebih dahulu. Karena, tidak bisa memutuskan secara cepat. Karena, rumah yang terjadi kali ini adalah relokasi korban longsor pada tahun 2015 silam.
“Karena itu harus dievaluasi secara menyeluruh sebelum mengambil keputusan, sebaiknya memang harus ada kajian-kajian soal itu,” kata Risma.
Ketika ditanyai rencana relokasi bagi warga yang terdampak, ia mengaku bisa saja terjadi, cuma harus dilihat kondisi lokasinya bahwa itu aman betul.
“Kalau dari kami membantu selama masih ada pengungsian itu masih ada, kita akan bantu terus. Cuma kan tidak bisa selamanya seperti ini. Karena itu tadi, langkah yang berikutnya,” ucapnya. (Fex/djm)
Tags: BPBD Kabupaten Bogor
-
Kirab Merah Putih 1001 Meter Akan Dihelat Di Kebumen, Catat Tanggalnya
-
Distributor Kopgim Tandatangan SPJB dengan Kios Pupuk Bersubsidi Bogor
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor