Ciawi, HRB – Penutupan total jalan Mayjen HR Edi Sukma yang dilakukan pasca longsor jembatan Cikereteg, beberapa waktu lalu menyisakan keluhan dari banyak pihak, salah satunya kalangan sopir angkutan umum (angkot).
Mereka mengaku terbebani, karena setelah jalan utama ditutup, mereka setiap hari terpaksa menggunakan Tol Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi) dengan tarif yang cukup membebani, yakni Rp 14.000 menggunakan pintu Tol Cigombong atau Caringin menuju pintu tol Ciawi atau sebaliknya untuk satu kali lintasan.
“Ya mau gimana lagi, setelah ada pengalihan arus kita bawa penumpang lewat jalan tol. Tarifnya tahu sendiri kan, berat kalau buat profesi kayak kita ini mah. Kalau dua rit atau dua kali lewat saja, sudah Rp 28 ribu,” keluh Pian, salah seorang sopir angkot jurusan Sukasari-Cicurug.
Dampak lainnya, lanjut dia, karena menggunakan tol, ia pun terpaksa menaikan ongkos penumpang. Meski diakuinya hal itu terpaksa dilakukan agar tetap bisa menafkahi keluarganya serta menutupi setoran angkot ke pemilik.
“Kasihan juga sebetulnya sama penumpang, tapi mau gimana lagi, emang sudah harus ditutup agar tidak membahayakan pengguna jalan,” katanya.
Selain sopir angkot, keluhan juga bermunculan dari para karyawan serta kalangan pelajar yang mengaku sering terlambat setelah dilakukannya penutupan jalur utama yang menghubungkan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi itu.
“Saya kerja di Kota Bogor, biasa naik angkot sekarang harus ngeluarin ongkos dua kali lipat. Karena kita ngerti angkot lewat tol harus bayar. Kadang saya terlambat masuk kerja. Anak saya juga sering terlambat masuk sekolah,” kata Widya, warga Desa Ciherang Pondok, Kecamatan Caringin.
Tamrin, warga lainnya juga mengeluhkan hal serupa. Ia yang sehari-hari menggunakan sepeda motor dari rumahnya di kawasan Caringin menuju tempat kerjanya di kawasan Sentul, Babakan Madang, terpaksa harus memutar arah menggunakan jalan alternatif atau jalan tikus.
“Sudah beberapa hari lewat jalan tikus. Tapi sekarang mah infonya jembatan dari Cikereteg menuju Cibolang, Ciawi ambruk. Jadi mau tidak mau saya mesti muter ke jalur alternatif lain,” keluhnya.
Karena itu, warga dan pengguna jalan lainnya meminta pihak Pekerjaan Umum dan Perumahaan Rakyat (PUPR) pusat yang tengah memperbaiki jembatan Cikereteg bisa secara maksimal melalukan penanggulangan.
Karena menurut mereka, ketidakseriusan pihak PUPR dalam menangani persoalan tersebut menjadi penyebab terjadinya longsor susulan. Sebab, pasca mengalami retak-retak beberapa bulan lalu, PUPR tidak melakukan upaya lebih, namun hanya sekedar memasang pembatas jalan.
“Faktanya seperti itu, sudah tahu retak mau amblas tapi gak juga diperbaiki. Malah didiamkan berbulan-bulan lamanya, saya orang sini, tahu persis kondisinya setiap hari. Nah sekarang kan kejadian juga, masyarakat juga yang dirugikan,” cetus Wandi, warga sekitar.(asz)
Tags: Penutupan Jembatan Cikereteg
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut