Parung, HRB
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor beralasan mengapa Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bogor Utara (Parung) masih berstatus Klinik Utama Rawat Jalan, dikarenakan masih dalam proses pengembangan layanan spesialis agar fasilitas rumah sakit tersebut lebih memadai.
Hal itu diungkapkan Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor, Mike Kaltarina. “Kalau Klinik Parung kita masih penguatan perkembangan layanan spesialisasinya. Kita kemarin sudah nambah penyakit dalam,” ungkapnya, Minggu, 18 Juni 2023 lalu.
Menurut Mike, ketersediaan layanan di klinik utama Parung belum ada penambahan yang signifikan. Namun, pihaknya berharap, tenaga medis di masing-masing spesialis dapat memenuhi kebutuhan.
“Karena pelayanannya juga belum banyak, kita baru melayani bedah, kebidanan dan nambah lagi penyakit dalam. Kita juga berharap agar, bertambah para spesialis supaya nanti ketika pembangunannya selesai kita sudah ada inputnya,” ujar Mike.
“Rumah sakit itu tidak harus serta merta type C type D. Harus ada assesmen,” sambung Mike.
Mike juga berharap pada tahun 2024 mendatang Klinik Utama Parung melakukan pembangunan tahap kedua yang diliputi dengan penambahan fasilitas kesehatan yang lebih baik lagi sehingga bisa disebut sebagai RSUD Parung.
“Kita tahap satu ini sudah menjalankan attention. Tahap dua nya di 2024,” ungkapnya.
Sebelumnya, beberapa elemen masyarakat mempertanyakan keputusan Pemkab Bogor yang menetapkan status RSUD Bogor Utara (Parung) menjadi Klinik Utama Rawat Jalan. Padahal, secara operasional pelayanan kesehatan antara rumah sakit dengan klinik, jauh berbeda.
“Secara ringkas bisa kita fahami ada beberapa hal yang membedakan antara pelayanan kesehatan di rumah sakit dan klinik. Diantaranya terkait pengambilan keputusan, pertanggungjawaban dan soal perawatan,” ucap Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran (UNPV) Jakarta, Desmawati.
Menurut Desmawati, pengambilan keputusan terkait SDM dan sarana prasarana, kalau di RS bisa membuat keputusan dengan cepat terkait dengan kondisi darurat pasien karena semua data bisa didapatkan dari teknologi canggih dan tenaga kesehatan yang komplit.
“Sedangkan di klinik, butuh waktu lebih lama karena butuh dilakukan beberapa tes untuk memastikan kondisi pasien dengan dilakukan pemeriksaan ditempat lain, karena tidak mempunyai alat – alat kesehatan dan tenaga kesehatan yang komplit,” papar dia.
Perbedaan selanjutnya, Desmawati menceritakan, terkait pertanggungjawaban. Manajemen rumah sakit baik pemerintah ataupun swasta, sudah mempunyai tata atur tersendiri karena ada juga akreditasinya.
“Klinik biasanya hanya seorang dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan atau sebuah perkumpulan. Terkait aturan dan pertanggungjawaban biasanya mereka sendiri yang membuat peraturan di klinik tersebut,” jelas Desmawati.
Kekecewaan perubahan status RSUD menjadi Klinik Utama juga disampaikan Tokoh Muda Parung, Asep Ashari. Ia mengatakan, selaku masyarakat warga Parung khususnya umumnya warga Bogor Utara, sangat berharap bahwa konsep rencana awal sebagai RSUD itu tetap dilaksanakan dan dilanjutkan jangan hanya berhenti sampai di klinik.
“Akan tetapi pemerintah juga jangan hanya janji saja kalo seandainya ada 10 tahapan dari klinik ke rumah sakit. Ya minimal tahapan – tahapan itu sudah mulai ditempuh oleh pemerintah, baik kesiapan secara legalitas ataupun anggaran,” papar fungsionaris DPD Golkar Kabupaten Bogor ini. */Axl
Tags: RSUD Parung
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut