Fathoni : Sanksi Tegas Perusahaan Pencemar Lingkungan!

Gunung Putri, rakyatbogor.net – Sikap ‘lemah’ Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor terhadap perusahaan pencemar lingkungan disoroti politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Achmad Fathoni.

Karenanya, pria yang dikenal begitu antusias mendengar keluhan warga ini mendesak pemerintah daerah untuk memberikan sanksi tegas perusahaan  pencemaran lingkungan. Sebab, hal ini  terjadi bukan satu atau dua kali saja, tapi sudah tahunan merusak ekosistem sumber daya alam (SDA) terutama di Timur Kabupaten Bogor.

“Pengalaman yang sudah-sudah, sering tidak ditindaklanjuti dengan serius, dan lewat begitu saja, seiring hilangnya pemberitaan dan membaiknya air setu,” kata Fathoni sapaan akrabnya, saat dihubungi Rakyat Bogor, Minggu (30/1/2022).

Karena itu, Fathoni meminta Pemkab Bogor bisa serius menangani permasalahan pencemaran yang juga pernah mendapat sorotan dari Ombudsman RI ini. Desakan Fathoni bukan tanpa alasan, sebab sampai dengan kini, tidak ada perusahaan yang diberikan sanksi tegas oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor sebagai efek jera.

Tak hanya soal sanksi tegas, anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor ini juga meminta pemerintah daerah menambah petugas penyidik PPLH, untuk mengawasi secara berkala pabrik-pabrik yang membuang limbahnya. Petugas itu, kata Fathoni diberi tugas untuk melakukan pengecekan rutin dengan baik. Tak hanya itu, Pemkab Bogor juga dituntut memiliki sarana laboratorium yang baik dan cepat.

“Jadi kalau mau serius, coba panggil semua perusahaan yang memiliki saluran terkoneksi ke saluran air yg bermuara di Situ Citongtut. Setahu saya ada belasan, dan mintakan komitmen mereka dengan buat perjanjian jika ada pencemaran lagi, mereka harus siap membantu menangani serta diberi sanksi secara bersama-sama,” jelasnya.

Selain itu, lanjut Fathoni, harus adanya komunitas dan masyarakat sekitar, untuk ikut menjaga setu dengan memberi dukungan fasilitas sarana dan pembinaan, dengan melakukan penindakan tegas dan terukur. Semisal, tutup permanen saluran pembuangan dari perusahaan yang secara fisik, ada tanda membuang limbahnya.

“Langkah di atas juga sama untuk penanganan pencemaran di setu-setu yang lain, seperti setu wanaherang serta di sungai cileungsi. Saya meninta, satgas gabungan melibatkan Polisi, TNI, Pemerintah dan masyarakat (aktifis) dengan patroli rutin bersama. Maka dari itu, setelah langkah di atas dijalankan, dan masih ada yang melanggar, kenakan UU No.32 Tahun 2009, dimana tuntutan bagi pelanggar adalah 3 tahun penjara dan denda 3 Milyar,” tukasnya.

Baca juga:  Cariu Mulai Terdampak Kekeringan, Petani Terancam Gagal Panen

Sebelumnya, mantan Sekretaris Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Eko Syaiful Rohman tiga tahun lalu pada 2019 pernah mendesak Bupati Bogor untuk segera mengambil tindakan tegas atas pengaduan warga akibat dampak pencemaran lingkungan yang disebabkan pembuangan limbah pabrik di sepanjang kali Cileungsi. Pasalnya, banyak warga mengalami gejala sesak nafas saat menghirup bau busuk dari sungai yang mengalir melewati kampung hingga perumahan setempat.

“Melihat masih adanya pembuangan limbah ke Sungai Cileungsi, saya meminta aparat hukum memberikan sanksi tegas kepada pabrik pembuang limbah tersebut untuk dijerat pasal 1 angka 14 Undang-Undang nomor 32 tahun 200, dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara atau denda Rp 3 milyar serta dicabut izin usahanya,” ujar Eko usai usai menghadiri upacara bendera merah putih di bantaran Sungai Cileungsi, tepatnya di bawah Jembatan Wanaherang, Gunung Putri, Kabupaten Bogor, Minggu (18/8/2019) silam.

Hal senada juga disampaikan, salah seorang warga Kampung Cikuda Poncol RT 01 RW 05, Desa Wanaherang, Gunung Putri, Romli Slamet (40), dirinya dan warga lainnya mengeluhkan akibat pencemaran lingkungan di Sungai Cileungsi yang berdampak meinmbulkan polusi udara dengan bau tidak sedap dan juga tercemarnya air sumur milik warga.

“Dulu tahun 1995 Sungai Cileungsi bisa buat mandi, masak dan lainnya, tapi sekarang dengan banyaknya pabrik disepanjang Sunga Cilenungsi, maka air Sungai Cileungsi jadi hitam serta mengeluarkan bau tidak sedap. Bahkan air sumur saya dan juga warga yang tinggal dekat sungai sudah tercemar, sehingga kami terpaksa harus membeli galon air untuk keperluan memasak,” pungkasnya.

Untuk diketahui, berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2016 tentang ketertiban umum, maka sangsinya ringan dengan maksimal denda Rp 50 juta atau kurungan selama 3 bulan, akan tetapi jika menggunakan pasal 1 ayat 14 Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 dimana ancaman hukumannya adalah 3 tahun kurungan atau denda Rp 3 milyar serta dicabut izin usahanya.(ASB).