Ciawi, HRB – Fakultas Hukum (FH) Universitas Djuanda (Unida) menyelenggarakan Seminar Hukum bertajuk Menegakkan Pemberantasan Korupsi Mewujudkan Negara Hukum “Tantangan Penegakkan Hukum” beberapa waktu lalu di Aula Alumni FH Unida.
Seminar hukum ini mengundang Wakil Ketua KPK Periode 2011-2015 yang juga merupakan Ketua Umum Yayasan Pusat Studi Pengembangan Islam Amaliyah Indonesia (YPSPIAI) sekaligus Dosen Pengampu Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi di FH UNIDA Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc sebagai narasumber, dengan dimoderatori oleh Dosen FH UNIDA Hidayat Rumatiga, S.H.I., M.H yang diikuti para mahasiswa FH UNIDA semester I hingga semester VII.
Rektor Unida Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H menuturkan, bahwasanya tema yang diangkat pada seminar ini sangat menarik, yaitu bagaimana tantangan penegakkan hukum dalam upaya pemberantasan korupsi.
“Kenapa topik ini diangkat, saya pikir kita sama-sama kita ketahui. Penegakkan hukum sebagai legal sistem terdiri dari 3 subsistem. Pertanyaannya, penegakkan hukum korupsi belum berjalan dengan baik. Kenapa? Bisa karena struktur hukum atau budayanya. Antara hukum dan politik juga berkaitan, ini seperti 2 mata koin. Untuk itu sudah hadir di hadapan kita, narasumber luar biasa yang akan memaparkan bagaimana penegakkan tindak korupsi hari ini,” tutur Suhaidi, belum lama ini.
Wakil Dekan Bidang Akademik Fakultas Hukum Unida Dr. Nurwati, S.H., M.H mengatakan, kegiatan seminar ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM) tahun kedua. Luaran kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan para mahasiswa untuk selanjutnya mempersiapkan tim debat FH UNIDA.
“Fakultas Hukum UNIDA memiliki komunitas Debat hukum yang diinisiasi dibentuk sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengasah keterampilan bidang debat dan argumentasi hukum. Selain itu, guna mempersiapkan mahasiswa dalam mengikuti kompetisi debat hukum baik tingkat lokal, regional, maupun nasional,” harapnya.
“Pencapaian kenaikan IKU (Indikator Kinerja Utama) bidang Prestasi mahasiswa juga menjadi sasaran pencapaian pada program ini,” ujar Dr. Nurwati, S.H., M.H pada saat memberikan sambutan mewakili Dekan FH UNIDA Dr. A. Jaka Santos Adiwijaya, S.H., LL.M.
Sementara itu Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc mengawali paparannya berkenaan dengan demokrasi yang dikorupsi, terlebih hilangnya keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat. Dalam bahasannya, Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc mencontohkan bahwa demokrasi yang dikorupsi tersebut dapat berbentuk kekuasaan eksekutif yang mulai kerap menjadi juru bicara kapital, kewenangan menjadi bersifat transaksional, politik uang berkembang kian masif, hingga bersekutunya politik kartel, politik patron, kekuatan oligarki yang membuat state capture corruption berkembang kian tak terbendung.
“Jadi bagaimana tera (kesejahteraan) dan dilan (keadilan) akan hadir jika demokrasi dikorupsi?,” ujarnya.
Berdasarkan penelitian The Economist Intelligence Unit (EIU) yang merilis laporan Indeks Demokrasi tahun 2020 di 167 negara di dunia menyebutkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia berada pada posisi terendah dalam 14 tahun terakhir. Indonesia menduduki peringkat ke-64 dunia dengan skor 6,3. Meski dalam segi peringkat Indonesia masih sama dengan tahun sebelumnya, tetapi skor tersebut menurun dari yang sebelumnya 6,48.
Dalam keterkaitan legitimasi, kedaulatan, dan korupsi, Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc mengatakan bahwa negara yang kehilangan legitimasinya berpotensi bermasalah dalam mempertahankan eksistensi kedaulatannya. Pada dasarnya, kedaulatan negara bertumpu pada kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat, yang artinya kedaulatan hukum harus berpijak pada kedaulatan rakyat.
“State Capture Corruption menjadi fakta yang tak terbantahkan, tidak akan ada kesejahteraan dan keadilan sosial jika korupsi dipelihara kekuasaan. Maka korupsi adalah enemy dari kedaulatan,” paparnya.
Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc mengemukakan saat ini judicial corruption atau korupsi peradilan menjadi hal besar yang perlu diperhatikan. Korupsi yang tidak bisa tertangani, bisa menjadi penyebab negara gagal, sehingga korupsi menyebabkan legitimasi suatu rezim menurun.
Lebih jauh, Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc juga memberikan contoh-contoh kasus yang terjadi serta modus operandi tindak pidana korupsi yang cenderung makin kompleks.
“Pilihannya sangat jelas, jika negara hukum dan daulat rakyat akan ditegakkan maka korupsi harus dilawan dan demokrasi ditegakkan. Tidak ada pilihan lain, pemuda dan mahasiswa harus menjadi bagian penting dari perlawanan terhadap tindak pidana korupsi, terutama korupsi politik,” pungkasnya.
Tags: FH UNIDA
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut