Hari Ciliwung Itu Ternyata 11 November Lho…

Kota Bogor – Sungai Ciliwung yang membentang dari kawasan hulu di Wilayah Puncak, Cisarua, Kabupaten Bogor,  hingga hilir di wilayah Jakarta, ternyata bukan hanya sebagai aliran sungai belaka. Ciliwung mempunyai nilai sejarah dan cerita tersendiri. Tidak heran jika kondisi Ciliwung menjadi perhatian masyarakat Jabodetabe. Terutama saat musim penghujan, kondisi debit air terus dipantau untuk mengawasi kondisi kemungkinan banjir.

Keberadaannya cukup vital sehingga membuat sungai Ciliwung  di deklarasikan peringatannya sebagai Hari Ciliwung oleh Komunita Pegiat Penyelematan Ciliwung pada 2012 silam.

Dikutip dari laman Kementerian Lingkungan Hidup, disebutkan bahwa deklarasi Hari Ciliwung diawali penemuan dua kura-kura bulus pada 11 November 2011. Meski demikian masih banyak masyarakat yang belum mengetahui tentang peringatan ini.

Peringatan itu juga terkenal dengan taging #HariCiliwung1111 karena memang awal mula dicetuskan pada 11 November 2012 lalu. Taging hari ciliwung di media sosial pun bisa dilihat sangat jarang.

Aktivis penggiat lingkungan yang juga River Defender Komunitas Peduli Ciliwung, Suparno Jumar, mengaku sedih karena masih banyak masyarakat yang tidak tahu bahwa 11 November diperingati sebagai Hari Ciliwung.

Padahal, kata Suparno, peringatan itu bukan sekedar peringatan namun memiliki makna tentang keberadaan Ciliwung yang perlu dijaga.

“Dan ini juga yang jadi tantangan buat kita untuk menyuarakan bahwa ada lho, Hari Ciliwung. Kenapa ini diperingati apa sih manfaatnya Ciliwung bagi kita, itu yang seharusnya kita pahami dan kita cari tahu sehingga kita sayang dan menjaganya,” kata pria yang juga menjadi Kordinator Satgas Naturalisasi Ciliwung, Kamis (11/11/2021).

Baca juga:  Wakil Rakyat Sentil Pemkab Bogor, Perbaikan Jembatan Penangkaran Rusa Cariu Mendesak

Suparno juga menyampaikan harapannya kepada masyarakat untuk menjaga alam. “Alam itu sudah memberikan apa yang kita butuhkan, tapi kemudian alam tidak akan mencukupi seberapa pun apa yang manusian inginkan secara nafsu. Tapi kalau sekedar kebutuhan itu cukup,” ujarnya.

Mengenai kondisi Ciliwung yang membentang dari bawah kaki Gunung Gede-Pangrango hingga DKI Jakarta sepanjang 120 kilometer dan luas 378 kilo meter persegi, menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi semua pihak. Walaupun sudah banyak gerakan masyarakat  yang ingin ikut menjaga dan melestarikan Ciliwung.

Namun kegiatan itu juga belum mendapat dukungan dari keinginan pemahaman masyarakat untuk mau mengerti bahwa Ciliwung perlu dijaga.

“Artinya anggap saja kemudian ketika 120 kilo itu baru sepanjang 15 kilo meter yang kemudian mungkin secara progres jauh lebih baik yaitu di Kota Bogor karena di Kota Bogor itu sudah ada tim Satgas Naturalisasi Ciliwung walaupun sebenarnya belum mencapai kepada tahap yang kemudian bernar benar menggembirakan gitu,” papar Suparno. (djm)