Cibinong, rakyatbogor.net – Hampir setiap bulan, Yayasan Lembaga Kajian Strategis (Lekas) Bogor menemukan kasus Orang dengan Human Immunodeficincy Virus Acquired Immuno Deficiency Syndrome (HIV/AIDS). Hal ini dikuatkan dengan hasil tes terhadap 1.372 Wanita Pekerja Seks (WPS) yang ada di Kabupaten Bogor, dimana 10 persen diantaranya dinyatakan positif.
“Kami mencatat angka temuan kasus HIV/AIDS di wilayah Bogor masih terbilang tinggi,” kata Ketua Yayasan Lembaga Kajian Strategis (Lekas) Bogor Muksin Zainal Abidin, kemarin.
Dari data tersebut, lanjut dia, juga ditemukan melalui Peer to Peer atau Peer Educator (PE) yang dibantu oleh komunitas yang tergabung. Muksin menambahkan prostitusi pada masa pandemi Covid-19 ini memang terlihat jarang dan sepi.
Namun, ternyata aktivitas prostitusi menyebar di kos-kosan, melalui online. “Kita lakukan penyisiran di tempat-tempat mereka,” jelasnya.
Dia menambahkan angka tersebut akan terus menaik karena yang terpotret hanya sebagian kecil. “Ini seperti fenomena gunung es. Tidak menutup kemungkinan akan terus bertambah,” paparnya.
Lekas sendiri kata Muksin akan terus memaksimalkan peran dalam melakukan tes HIV/AIDS dan melakukan pendampingan nantinya. “Tapi, perlu kerjasama juga antar semua pihak,” tuturnya.
Sementara itu, data dari Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat jumlah kasus HIV/AIDS di wilayah ini mencapai 2.616 kasus hingga akhir September 2021.
“Secara kumulatif jumlahnya mencapai 2.616 orang,” ungkap Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kabupaten Bogor, Adang Mulyana.
Untuk tahun 2020, Dinkes menemukan sebanyak 398 kasus, sementara tahun 2021 sampai dengan September tercatat sebanyak 374 kasus.
Terpisah, Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Bogor Sugara mengatakan pihaknya gencar melakukan sosialisasi upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS kepada masyarakat.
“Kita ingin mengakhiri epidemi HIV/AIDS di Kabupaten Bogor pada tahun 2030,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut dia, kolaborasi harus dilakukan dengan semua pihak termasuk pemerintah pusat, daerah, swasta dan seluruh masyarakat, sehingga upaya pencegahan dan pengendalian HIV/AIDS ke depan bisa sukses.
“Untuk mengakhiri epidemi dan ending HIV/AIDS pada 2030, kita mewujudkan Three Zero yaitu tidak ada kasus baru HIV/AIDS, tidak ada kematian akibat HIV/AIDS, tidak ada stigma dan diskriminasi pada ODHA,” pungkas Sugara.
Data yang dimiliki Rakyat Bogor di tahun 2017 lalu, Kecamatan Cileungsi menempati urutan teratas kasus HIV/AIDS di Kabupaten Bogor dengan jumlah 50 kasus dari 252 kasus yang ada.
Jumlah tersebut termuat dalam data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor. Setelah Cileungsi, Kecamatan Cisarua menduduki posisi dua dalam kasus HIV/AIDS terbanyak dengan 18 kasus. Disusul Cibinong sebagai ibu kota Kabupaten Bogor dengan 16 kasus pada tahun lalu.
Namun, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor mencatat, pada tahun lalu terdapat 294 kasus HIV/AIDS. Dari temuan itu, trennya mengarah pada kasus Lelaki Sesama Lelaki (LSL) atau LGBT dengan usia produktif dan ibu rumah tangga. Bukan Wanita Tuna Susila (WTS) lagi.
Sedangkan di tahun 2016, ada 294 kasus dan 22 orang dinyatakan meninggal dunia. Diketahui, saat ini konsentrasi pemeriksaan HIV/AIDS dilakukan pada ibu hamil yang diproyeksi mencapai 125 ribu orang tahun ini dan 5% di antaranya ditengarai menderita HIV/AIDS. Penyebaran HIV/AIDS juga tidak bisa dilepaskan dari penggunaan narkoba. (fuz)
-
Kirab Merah Putih 1001 Meter Akan Dihelat Di Kebumen, Catat Tanggalnya
-
Distributor Kopgim Tandatangan SPJB dengan Kios Pupuk Bersubsidi Bogor
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor