PAMIJAHAN – Ikatan Dukun Nusantara (IDN) merubah stigma negatif tentang dukun. Namun lebih kepada tujuan untuk melestarikan budaya nusantara dan berperan aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat.
Muhammad Darul Dinar bersama Bambang Sumantri, Margola, Kiai Abdullah Wong mendirikan organisasi Ikatan Dukun Nusantara (IDN) pada tanggal 8 Agustus 2020 di Lembah Cawene, Desa Gunung Sari, Kecamatan Pamijahan.
Ketua Umum Ikatan dukun nusantara, Muhammad Darul Dinar menjelaskan, dalam hal ini negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdiri atas dasar sejarah peradaban panjang masa lampau masyarakat Nusantara, dari sistem kerajaan sampai dengan kesatuan Republik Indonesia.
“Tak terlepas dari peran dan perjuangan para leluhur Nusantara, para leluhur kita selalu berupaya mempersatukan Nusantara tanpa meninggalkan corak budayanya, namun di era globalisasi dan peran konspirasi global,” kata Darul kepada wartawan, Minggu (27/06/2021).
Menurut Darul, saat ini mengalami perubahan yang sangat drastis terjadinya ketimpangan dan degradasi pemikiran yang terjebak akan teori-teori luar, mempengaruhi cara pandang dan pola pikir masyarakat Nusantara.
“Membuat rentan akan adanya perbedaan di negeri tercinta ini, seakan budaya perlahan-lahan akan di cabut sampai ke akar-akarnya, hal ini sangat berbahaya bagi keutuhan NKRI dimana berfalsafah Bhineka Tunggal Ika berbeda-beda tapi satu tujuan,” bebernya.
Nusantara ini, kaya akan segalanya mulai dari sumber daya alam, sumber daya manusianya bahkan adat istiadat budaya yang beraneka ragam, semua merupakan kelebihan bagi bangsa Indonesia yang beribu-ribu pulau namun dapat mempersatukan dalam wadah kesatuan Republik Indonesia.
Hal ini tidak dimiliki oleh bangsa lain terutama terutama dalam keanekaragaman budayanya.
Namun akhir-akhir ini sangat nampak jelas terjadi perpecah belahan yang dilandasi perbedaan prinsip pemikiran bahkan sampai pada keyakinan.
Padahal budaya memiliki peran penting dalam peradaban suatu bangsa, maju mundurnya sebuah bangsa dan kebesaran sebuah bangsa dilihat dari sejarah panjang peradaban budayanya.
Salah satu yang menjadi kajiannya adalah sebuah kalimat bahasa Dukun sadar atau tidak sadar kata dukun selalu terngiang-ngiang dari generasi ke generasi.
Bahkan kata Dukun jauh sebelum berdirinya negeri ini leluhur Nusantara menggunakan kalimat Dukun, bagi leluhur kita yang kemampuan khusus dalam bidang keilmuan, tetapi apa yang terjadi seiring perkembangan zaman dan propaganda media.
Makna dukun jadi berubah drastis sembilan puluh derajat menjadi sebuah kalimat atau sebutan yang sangat mengerikan dan hina jika ada seseorang yang disebut dukun.
Asumsinya akan pada hal yang negatif dan dukun selalu digambarkan pada perbuatan jahat, mistik, bermain dengan hal–hal ghaib yang menyeramkan sehingga muncul dukun selalu diidentikkan dengan pakaian pangsi hitam-hitam pakaian iket dengan aksesoris yang menyeramkan.
Apabila kita tarik pada sejarah masa lalu dukun itu memiliki tugas yang sangat mulia bahkan dalam memimpin sebuah do’a untuk keselamatan atau acara sakral keagamaan atau upacara Bhakti yang membuka adalah mantra do’a-do’a.
Tetapi setiap orang yang memiliki keahlian khusus pasti disebut Dukun dan dukun, dukun patah tulang, dukun sunat, dukun beranak, dukun ahli obat-obatan alami dan masih banyak yang lainnya.
Bahkan dukun juga menguasai perbintangan dapat meramal Cuaca dan masa tanam tetapi semua itu semakin terkikis dan pudar dengan pergeseran pemahaman pada saat ini apalagi dengan adanya propaganda media film yang sangat menyudutkan dukun.
Dukun selalu dikalahkan oleh para pemuka agama dianggap nya dukun itu selalu sesat dan bersekutu dengan makhluk-makhluk gaib yang digambarkan dengan dandanan yang menyeramkan.
Sebetulnya ini adalah pembodohan dan produk kolonial para penjajah negeri ini, mereka takut pada Dukun-dukun Nusantara yang memiliki kesaktian.
Keilmuan bela diri sehingga tanpa senjata canggih dapat memukul mundur penjajah ketika dari sebuah gelar atau sebutan dari buah karya leluhur kita dikucilkan bagaimana produk-produk leluhur kita yang lainnya pasti akan musnah.
Untuk itu kami dengan memberanikan diri atas dasar cinta akan budaya bangsa dan ingin meluruskan dari ketidak benaran sejarah mendeklarasikan diri.
“Jangan malu disebut Dukun karena bagi kami Dukun adalah Duduk tekun artinya fokus sungguh sungguh dalam belajar keilmuan dalam hal kehidupan,” ucap Darul.
Dan Duduk tekun hidup rukun. Maka kami yang hadir dari perwakilan Nusantara bersepakat untuk dibentuknya wadah ini kalimat atau bahasa dukun jangan sampai dimarjinalkan dan diskreditkan.
Pada makna-makna buruk sehingga hilang dari Nusantara sementara panggilan dukun adalah warisan dari leluhur Nusantara. Jaga budaya jaga keutuhan NKRI. (Haidy)
Tags: Ikatan Dukun Nusantara
-
16 Tim Pastikan Tiket 8 Besar Piala Suratin KU-13 dan KU-15
-
APDESI Rumpin Minta Pemkab Bogor Segera Perbaiki Jembatan Leuwiranji
-
Dagang Sajam Untuk Tawuran, Dua Remaja Diamankan Polisi
-
KSO ‘Jor-joran’, Aktivis Lingkungan Minta PT. Jaswita Segera Hentikan Eksploitasi Lahan Resapan Air