Jalan Kerap Macet Dan Rusak Berat Di Jalur Bocimi, Dishub Harus Tangkapi Truk Bertonase Over Level

Cibinong, rakyatbogor.net – Keluhan warga yang tinggal di sepanjang  ruas Bogor-Ciawi-Sukabumi (Bocimi), mulai dari perempatan Pasar Ciawi hingga pintu tol Cigombong, Kabupaten Bogor dan sukabumi bukan hal yang aneh. Kesemrawutan, dan bisingnya lingkungan lalu lintas pada lajur ini dianggap sebagai penyakit akut yang sepertinya tak bisa diobati.

Padahal, layaknya penyakit kronis yang sudah diketahui asal muasalnya, kemacetan, dan kesemrautan di jalan ini pun sudah diketahui ‘pelaku’-nya. Yakni truk bertonase besar milik perusahaan-perusahaan yang ada di kawasan itu.

Truk-truk ini kerap berjalan lambat karena daya angkut yang melebihi kapasitas. Akibatnya pun bisa ditebak, kemacetan yang mengular hingga berkilo-kilometer. Terlebih saat kendaraan besar ini memasuki beberapa ruas jalan yang menanjak.

Hal ini pula yang kemudian membuat warga mengeluh. Bahkan hingga nekat membuat sebuah petisi pada platform public Change.org,yang berisi tentang Keresahan menahun masyarakat atas pelanggaran muatan armada truk produsen air kemasan Aqua di jalur Sukabumi-Bogor-Jakarta.

Dalam petisi ini, warga menuntut polisi melakukan tindakan tegas terhadap angkutan truk armada perusahaan yang melintas di jalur Bocimi yang kerap kali dinilai merusak jalan dan menggangu kenyamanan pengendara serta menyebab kecelakaan yang tak jaran merenggut nyawa.

“Hari demi hari dalam 40 tahun terakhir, armada truk Aqua leluasa menebar teror di sepanjang jalur vital Sukabumi-Bogor-Jakarta tanpa pernah ada penghukuman yang tegas dari polisi,” kata petisi yang sempat menjadi tranding belum lama ini.

Dari data yang dikutip dari situs Change.org itu juga menunjukkan dalam tempo 24 jam, tercatat sedikitnya 250 orang yang ikut meneken petisi. Sebagiannya membagi pengalaman berhadapan dengan armada truk Aqua. “Ikut kadang merasakan kecemasan saat nyetir mobil dibelakang atau di samping truk Aqua,” kata akun Maria Yuanita.

Arief N., penandatangan petisi lainnya, punya cerita lain. “Tidak cuma area Bogor, sukabumi dan di Subang, Jawa Barat, truk Danone juga berperan merusak jalan.” katanya.

Akun lain, semisal dari Agung Nugroho, meminta polisi tak pandang bulu. “Tindak dong Pak … Pelanggaran seperti ini merusak jalan, membahayakan pengguna jalan dan menunjukkan ketidakmampuan Negara menegakkan aturan.”

Warga juga digambarkan harus berhadapan dengan kemacetan yang seperti abadi karena armada truk Aqua bergerak lamban lantaran memikul muatan berlebih. Yang lebih mencemaskan, menurut petisi, adalah armada truk Aqua, seperti lazimnya armada truk angkut barang dengan muatan berlebih, kerap mengalami pecah ban, patah as, rem blong, terguling dan banyak jenis kecelakaan lainnya yang bisa berujung kecelakaan fatal.

Petisi juga menyindir pemerintah yang dianggap royal dengan pelanggaran muatan truk Aqua. Disebutkan, pemerintah merogoh kocek ekstra paling tidak Rp 40 triliun untuk merapikan jalan dan jembatan yang rusak akibat operasi truk dengan muatan berlebih setiap tahunnya.

“Uang yang semestinya dipakai untuk hal-hal yang lebih krusial, seperti mendanai pendidikan, habis untuk menutup ongkos pelanggaran aturan perusahaan multinasional seperti Aqua,” kata petisi.

Baca juga:  Pemkab Bogor Dukung Kwarcab Pramuka Jadi yang Terbaik di Jawa Barat

Menyikapi hal ini, pengamat transportasi, Djoko Setijowarno menilai, kepolisian harus bisa bersikap tegas terhadap truk-truk bertonase tersebut. “Seperti kita ketahui, sekarang ini dalam aturan undang-undang, pelanggaran lalu lintas ada dalam ranah kepolisian, karenanya pertanyaannya sekarang, mampukah polisi melakukan penindakan?,” ujarnya saat dihubungi Rakyat Bogor, Senin (10/1/2022) malam.

Selain polisi, kata Joko, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor juga harus bisa bersikap tegas dalam upaya penindakan ini. “Selain keberadaan pos timbang, Pemkab Bogor tentunya harus bisa bersikap membela warganya, karena dampak dari truk-truk juga kerap menimbulkan kecelakaan,” ungkapnya.

Sementara itu, kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Bogor, Ade Yana yang dimintai keterangan oleh RakyatBogor terkait keresahan warga dijalur Bocimi tersebut tidak pernah merespon, bahkan pesan singkat yang di tujukan melalui nomor teleponnya tidak pernah di balas.

Sikap YLKI,

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sebuah lembaga perlindungan konsumen berbasis Jakarta, Tulus Abadi, membenarkan semua keresahan publik itu.

“YLKI banyak menerima pengaduan tentang dampak negatif truk ODOL. Baik laporan dari masyarakat, pengguna jalan, Jasa Marga, jasa pelabuhan, Dharma Lautan, dan masih banyak lainnya,” katanya seperti dilansir Suara.com.

Sehubungan itu, Tulus meminta Presiden Joko Widodo mengambil alih pelaksanaan Zero ODOL, inisiatif penertiban kubikasi dan muatan truk angkut barang.

Dicanangkan pertama kali pada 2018, kebijakan itu tertunda pelaksanannya hingga enam kali di tengah gencarnya lobi industri. Sejauh ini, Kementerian Perhubungan mematok 2023 sebagai awal pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.

Secara khusus, Tulus menyoroti keinginan Asosiasi Perusahaan Air Minum, organisasi lobi industri air minum kemasan, yang menginginkan pemberlakuan kebijakan Zero ODOL ditunda kembali hingga 2025. Menurutnya, keinginan seperti itu tidak mengindahkan kepentingan masyarakat umum.

Ah, Aspadin sudah berkali-kali meminta ditunda terus. Aspadin apa tidak mikir, truk ODOL sudah merusak jalan tol dan arteri. Alasan mereka hanya kedok saja,” tukasnya.

Bagi Tulus, penundaan larangan truk ODOL adalah isyarat kemunduran dalam kehidupan bernegara. Bila terus terjadi, pemerintah bisa dianggap mengabaikan aspek keamanan dan keselamatan pengguna jalan dan fasilitas jalan raya.

“Saya menduga penundaan yang kebijakan ini permainan karena para pengusaha truk ODOL banyak backing dari oknum pejabat, sehingga susah dilarang,” katanya.

Senada dengan itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel, Ahmad Safrudin, mendesak Aqua segera menghentikan penggunaan armada truk ODOL.

“Sebagai market leader industri air minum dan sebagai perusahaan multinasional, semestinya mereka jadi contoh bagi perusahaaan lain dan bukannya malah menyuburkan modus pengemplangan tonase dan muatan truk,” katanya.

Dia juga berharap Presiden Jokowi mendukung Kementerian Perhubungan dalam pelaksanaan kebijakan Zero ODOL.

“Presiden bisa meminta jajarannya untuk mendukung Kemenhub, termasuk meminta Kepala Polri agar memerintahkan unit polisi lalu lintas untuk tegas menilang truk barang yang beroperasi dengan kubikasi dan muatan berlebih,” kata Ahmad. (djm)