Bogor, HRB – Sidang kasus dugaan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat yang menyeret Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, kian menghangat. Pelecutnya, apalagi kalau bukan keterangan sejumlah saksi yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Bahkan dari beberapa keterangan yang disampaikan oleh para saksi, tak hanya menguak beberapa fakta baru tapi juga membuat Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Bandung yang dipimpin Hera Kartiningsih, geram.
Peristiwa ini terjadi saat hakim membongkar adanya penggunaan rekening orang lain untuk memuluskan aksi penyuapan tersebut terhadap salah seorang saksi yang dihadirkan JPU KPK, Rully Fathurahman.
Kasubag Penatausahaan Keuangan Setda Pemkab Bogor ini tak bisa memberikan jawaban saat ditanya kenapa memakai rekening orang lain, bukan rekening milik terdakwa Ihsan Ayatullah atau pun Rully sendiri oleh majelis hakim.
Dirinya hanya menjawab setelah mendapatkan arahan dari Ihsan Ayatullah, pihaknya langsung memerintahkan anak buahnya untuk membuat rekening tersebut.
“Saya dapat arahan dari Ihsan Ayatullah untuk membuat rekening baru, untuk digunakan bagi orang-orang BPK. Pinjam rekening milik staf outsourcing atas nama Nadia dan Tubagus,” kata Rully.
Majelis hakim yang mendengar jawaban Rully pun mencurigai adanya pengaturan penyerahan uang dengan menggunakan rekening orang lain.
“Pinjam data orang lain untuk bikin rekening. Ini sepertinya sudah diatur sejak awal yah?” kata Hakim Hera Kartiningsih.
Kegeraman Hakim Hera kian memuncak setelah mendengar pernyataan Rully saat ditanya Hakim, uang tersebut untuk apa diberikan Ihsan kepada BPK. Rully Faturahman mengaku tidak tahu.
Hakim Ketua, Hera Kartiningsih langsung meminta Rully Faturahman untuk jujur dalam memberikan kesaksian.
“Masa tidak tahu, harusnya saudara jujur. Pengecut bapak ini, kelihatan bohongnya,” ujar Hera. Hera kemudian menanyakan lagi. “Untuk apa?” tanya hakim.
“Mungkin untuk pemeriksaan,” kata Rully Faturahman.
Mendengar jawaban itu, nada Hera meninggi dan meminta Rully Faturahman agar memberikan jawaban yang jujur.
“Jangan jawab mungkin, kalau tahu ya tahu, kalau tidak ya tidak. Saudara ini ingin lepas tanggung jawab, seolah tidak ikut dalam ini,” kata Hera.
Selain itu, Rully juga mengaku pernah memberikan uang kepada Ihsan dari hasil meminjam kepada pengusaha dan sebagian uang pribadi.
“Kata Ihsan, BPK perlu uang. Saya yang mencari, untuk yang Rp50 juta, saya pinjam yang mulia. Yang Rp10 juta pribadi sendiri,” kata Rully.
Rully menerangkan bahwa apa yang dilakukan oleh Ihsan, bukan atas perintah dari Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, karena hubungan keduanya tidak terjalin baik.
“Jujur, saya baru ungkap di sini. Sepertinya kalau sama Ibu Ade kurang baik, (hubungan) Ihsan sama Ibu Bupati. Pernah satu kali kita menghadap untuk urusan yang lain. Itu ibu marah banget ke Ihsan, untung saya membelokkan ke pembicaraan yang lain,” ungkap Rully.
Menurutnya, Ihsan bahkan sempat batal naik jabatan di Pemerintah Kabupaten Bogor karena tidak mendapat restu dari Ade Yasin. “Pernah Ihsan gagal dilantik,” kata Rully.
Diketahui, adanya rekening ini terungkap dalam penyidikan yang dilakukan KPK. Dimana penyidik mengamankan barang bukti berupa kartu ATM BNI Taplus Muda, No Rek BNI 1344324xxx atas nama Nadia Seftiyani. Dan kartu ATM BNI Taplus Muda, dengan nomor kartu 5264223130620xxx yang berlaku sampai dengan 04/25. Kartu ATM tersebut atas nama Tubagus Hidayat.
Tak hanya pengakuan Rully, dalam sidang kali ini juga terkuak fakta baru yang diungkapkan Arif Rahman Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor yang juga merupakan adik kandung Ade Yasin.
Dihadapan majelis hakim, ia membeberkan jika terdakwa Ihsan Ayatullah dengan Rachmat Yasin (RY) bisa dikatakan sangat dekat.
“Yang saya tahu, pak Ihsan Ayatullah itu memang memiliki hubungan baik dengan Rachmat Yasin. Itu karena pak Rachmat Yasin memang kenal baik dengan keluarga Ihsan Ayatullah. Tapi kalau dengan Ade Yasin, Ihsan tidak memiliki kedekatan,” kata Arif Rahman, menjawab pertanyaan Jaksa KPK.
Lebih lanjut Arif Rahman mengatakan, dirinya pernah bertemu dengan Ihsan dan Hendra dari BPK Jawa Barat di RM Tumbar Jinten, Sentul. Meski bertemu dengan auditor BPK Jawa Barat tersebut, namun Arif mengaku tidak ada obrolan khusus terkait dengan Laporan Keuangan Pemkab Bogor tahun 2021 ataupun memberikan sesuatu kepada auditor BPK Jabar tersebut.
“Tahun 2021 memang pernah bertemu untuk pertama kali di RM Tumbar Jinten. Hanya ngobrol-ngobrol biasa saja, tidak ada pesan khusus karena memang baru pertama kali bertemu. Setelah pertemuan itu, tidak ada pertemuan selanjutnya,” jelas Arif Rahman.
Namun, terkait pemberian uang, Arif mengaku tidak pernah menyerahkan secara langsung, baik kepada Ihsan Ayatullah maupun Andri Herdian. Menurut Arif, pemberian uang tersebut dilakukan oleh anak buahnya, Yakni Mika Rosadi dan Rizki Setiawan, dalam dua tahapan.
Tak hanya soal kedekatan Ihsan dengan RY, Arif juga membeberkan asal mula uang Rp 100 juta yang diberikan kepada terdakwa Ihsan Ayatullah untuk suap auditor BPK Jawa Barat (Jabar). Ia mengaku saat itu ia menjabat sebagai Kepala Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Kabupaten Bogor.
Kepada Majelis Hakim yang dipimpin Hera Kartiningsih, Arif juga mengaku jika dia secara pribadi mengutang uang sebesar Rp 500 juta kepada teman lamanya.
Saat didesak oleh Hera Kartiningsih, keluarlah pengakuan jika temannya itu adalah pengelola Hotel Seruni, Johnny Lafia.
“Saya pinjam uang sebesar Rp 500 juta dari Johnny Lafia. Beliau kawan lama saya,” kata Arif.
Saat kembali didesak majelis hakim siapa sosok Johnny Lafia, Arif Rahman pun akhirnya mengaku jika Johnny Lafia adalah pengelola Hotel Seruni, Puncak. Johnny Lafia bukan rekanan Pemkab Bogor atau kontraktor.
“Johnny Lafia pengelola Hotel Seruni, bukan rekanan,” tegas Arif Rahman.
Saat ditanya tentang bukti peminjaman uang sebesar Rp 500 juta yang dinotariskan, Arif Rahman mengaku tidak dibuatkan akta notaris hanya berupa kwitansi saja.
“Uang Rp 500 juta itu besar sekali, kenapa tidak dinotariskan?” tanya Hakim.
Arif pun menjawab karena pertemanan mereka sudah sangat lama, jadi tidak dibuatkan akta notarisnya. Dan untuk memperkuat adanya pinjam meminjam ini, maka hanya dibuatkan kwitansi.
Sedangkan untuk penggunaanya, uang sebesar Rp 400 juta untuk keperluan pribadi, sedangkan sisanya sebesar Rp 100 juta diserahkan kepada Ihsan Ayatullah melalui Rizki Setiawan, staf Bappenda Kabupaten Bogor.
Sementara itu, terdakwa Ihsan Ayatullah mengaku prakarsa meminta uang justru datang dari BPK. Pengakuan Ihsan yang juga merupakan Kasubid di Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), ini juga menjadi fakta baru dalam persidangan.
Jaksa KPK mendakwa dengan kasus penyuapan, namun Ihsan mengaku prakarsa meminta uang datang dari auditor BPK. Ihsan mengaku, mengumpulkan dana ke perangkat daerah di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor lantaran adanya permintaan dari pihak BPK.
“Perlu saya sampaikan bahwa yang saya sampaikan kepada SKPD adalah permintaan BPK,” kata Ihsan saat diminta tanggapannya oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih.
Ihsan diketahui banyak menghimpun dana yang bersumber dari perangkat daerah dan pengusaha. Seperti yang diungkapkan oleh Sekretaris BPKAD, Andri Hadian bahwa dirinya diminta tolong oleh Ihsan mengambil dana dari Badan Pengelola Pendapatan Daerah (Bappenda) senilai Rp100 juta.
Pada agenda sidang pemeriksaan saksi-saksi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Hera Kartiningsih ini, Jaksa KPK menghadirkan enam PNS dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai saksi.
Enam saksi itu dihadirkan untuk empat terdakwa, yakni Bupati nonaktif Ade Yasin, Kasubag Kasda Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Adam Maulana, serta Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat. (fuz/*)
Tags: ade yasin, Auditor BPK Jabar, suap
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut