Kabupaten Bogor Darurat Bencana, Penghentian Alih Fungsi Lahan Semakin Mendesak

Bojong KonengIST: Tanah Bergerak menyebebkan Jalan Amblas di Bojong Koneng.(foto: asb/hrb)

Cibinong, HRB – Gerak cepat dalam penanganan warga terdampak, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana bencana alam dinilai sebagai langkah tepat. Namun ada yang lebih efektif yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, yakni lebih serius dan konsisten melakukan langkah preventif serta kajian ancaman atau potensi bencana alam.

Pemerhati Birokrasi Pemerintahan, H. Buyung Sakti Hamel mengatakan letak geografis dan iklim di Kabupaten Bogor menjadikan wilayah ini tergolong rawan bencana setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang mengalami peningkatan setiap tahun pun tidak menutup kemungkinan terjadi peningkatan pembangunan yang merambah disekitar daerah pegunungan maupun perbukitan.

“Hal ini harusnya menjadi perhatian serius bagi Pemkab Bogor untuk melakukan upaya pencegahan lebih serius lagi, diantaranya kebijakan rencana tata ruang wilayah maupun intens berkoordinasi dan bekerjasama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) maupun KPH Perhutani Bogor untuk langkah preventif,” ucap H. Buyung Sakti Hamel, kepada Rakyat Bogor, Senin (19/9/2022).

Sebetulnya Pemkab Bogor dan instansi lainnya, lanjut Buyung, semestinya sudah paham bahwa Kabupaten Bogor rawan bencana alam. Dimana, analisis dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada BMG juga sudah menyampaikan bahwa terdapat 10 kecamatan yang rawan bencana, yaitu Sukajaya, Nanggung, Leuwiliang, Citeureup, Babakan Madang, Sukamakmur, Tamansari, Tenjolaya, Cijeruk, dan Cigombong rawan mengalami bencana alam.

Ia menyebutkan, eksplorasi alam yang cenderung tidak terkendali membuat potensi bencana alam menjadi lebih besar. Pembangunan perumahan mewah, tempat wisata, hotel, resort, dan usaha wisata lain di sekitar daerah rawan bencana juga ikut andil atas terjadinya kerusakan lingkungan alam sekitar.

“Apabila tidak ada usaha untuk mengendalikan perkembangan kerusakan lingkungan di sekitar daerah rawan bencana pergerakan tanah, maka bencana yang diakibatkan pergerakan tanah, tanah longsor dan banjir bandang di Kabupaten Bogor akan terus terjadi kapanpun dan dimanapun,” tegasnya.

Menurutnya, Pemkab Bogor harus melakukan evaluasi menyeluruh untuk betul betul bisa menemukan akar permasalahan sehingga bencana akibat pergerakan tanah, tanah longsor dan banjir bandang dapat dicegah. Dari mulai kebijakan, kondisi lingkungan, sosiologi dan perkembangan penduduk, ekonomi, kebutuhan perumahan, industri dan lain lain harus dikaji dengan melibatkan sebanyak-banyaknya pemangku kepentingan.

“Diantaranya dari segi kebijakan, tidak terbukanya tentang RDTR Kabupaten Bogor menyebabkan pembangunan dan penggunaan lahan di Kabupaten bogor seperti tidak terkendali. Pemerintah Kabupaten Bogor berkewajiban untuk terus menyosialisasikan RDTR dan DTR harus mudah untuk diakses oleh siapapun. Monitoring pelaksanaan RDTR di lapangan juga merupakan hal penting,” jelasnya.

Baca juga:  Salah Prediksi Silpa, Pemkab Bogor Cari Strategi Atasi Defisit Anggaran

Ia menambahkan, RDTR yang tidak tersosialisasikan bisa menyebabkan peruntukannya tidak bisa dikontrol bahkan terindikasi sudah merusak lingkungan. Kerusakan lingkungan di Kabupaten Bogor sudah sangat mengkhawatirkan bahkan sudah hampir menyeluruh di seluruh wilayah Bumi Tegar Beriman. “Setiap tahun, diperkirakan 1.000 hektare lahan pertanian di Kabupaten Bogor beralih fungsi,” ungkapnya.

Sementara itu, Sekjen Aliansi Masyarakat Penyelamat Bogor (AMPB), Iman Sukarya Sarkowi berharap para pemangku jabatan mulai dari tingkat RT dan RW hingga pusat untuk mencermati penyebabnya pergeseran tanah yang telah terjadi di Desa Bojong Koneng Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor pada 14 September 2022 kemarin.

“Setahu saya, Bojong Koneng dari dulu bukan daerah rawan bencana alam, kemungkinan dengan adanya marak wisata, kemudian ada beberapa lahan yang tadinya mungkin beralih fungsi, kemungkinan adanya pengambilan air tanah jor-joran, maka perlu dilakukan langkah penelitian lebih lanjut,” ucapnya dihubungi Rakyat Bogor.

Menurutnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor tidak hanya melakukan gerak cepat dalam penanganan bencana saja, melainkan perlu pula dilakukan langkah penelitian kondisi terkini dan struktur dalam tanah. “Nah ini perlu untuk dilakukan langkah selanjutnya seperti pemulihan alamnya dan pencegahan kedepannya,” kata Iman Sukarya Sarkowi.

Ia juga menyinggung sejauh mana upaya edukasi dan mitigasi yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor belum optimal, termasuk edukasi yang berbasis masyarakat akan meningkatkan kesadaran serta kewaspadaan masyarakat, menyiapkan masyarakat baik secara fisik dan psikologis terhadap kemungkinan bencana alam yang kapanpun dan dimanapun akan terjadi.

“Masyarakat yang dimaksud adalah masyarakat penduduk dan pengusaha, nah yang paling beresiko terjadinya kelalaian biasanya ada di lini masyarakat pengusaha yang membuka usaha di suatu kawasan. Kami meminta kepada pihak – pihak terkait untuk menghentikan sementara pembangunan di wilayah Desa Bojong Koneng,” tegasnya.

Imam juga menyebutkan perlunya ada larangan khusus aktifitas pembukaan lahan, penebangan pohon, penggalian batu, dan pemanfaatan air tanah berlebihan di wilayah rawan bencana seperti longsor dan pergerakan tanah. “Jika tidak dicegah sejak sekarang, maka kedepan bencana kembali terjadi lebih parah,” tutupnya. (Cky)

Tags: