Kerjasama Lahan Garapan, Penggarap Khawatir Bakal Direbut PTPN

Megamendung, rakyatbogor.net – Tim lapangan PTPN VIII Gunung Mas menemui sejumlah petani penggarap  di lahan eks Cikopo Selatan di Kampung Bojongkeji RT 01/01, Desa Sukagalih, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Minggu (30/1/2022). Kedatangan tim tersebut berkaitan dengan kerjasama yang diajukan para petani kepada pihak PTPN belum lama ini.

Seperti dituturkan Nurdin Kepala Afdeling Cikopo Selatan, tujuan tim menemui para petani penggarap guna menindaklanjuti pengajuan kerjasama yang pernah mereka layangkan.

“Ya kami melakukan peninjauan ke lapangan. Karena di sini terdapat kelompok yang saya nilai cukup kooperatif dan mereka ingin berkerjasama dengan kami. Makanya kami minta supaya pengajuan kerjasamanya dibuat ulang dan kembali diajukan kepada kami,” ujar Nurdin.

Pihaknya pun menilai, para petani menunjukan keseriusannya untuk menjalin kerjasama dengan pihaknya. Karena itu, kata dia, pihaknya siap mengakomodir pengajuan mereka.

“Iya mereka kooperatif dan menunjukan keinginan serta keseriusan yang cukup kuat untuk menjalin kerjasama dengan kami,” terangnya.

Ia pun menegaskan, para penggarap tersebut tidak termasuk penggarap yang kini tengah berseteru dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor terkait polemik penerbitan sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) yang muncul 2008 silam.

Sementara itu, H. Dahlan, salah seorang penggarap mengatakan, pihkanya berharap adanya status yang jelas termasuk sistem kerjasama antara pihak penggarap dengan perkebunan.

Baca juga:  Korban Bencana Cigudeg, Pertanyakan Huntap 

“Kita akui ini merupakan tanah negara atau tanah garapan bekas perkebunan. Dan adanya program kerjasama operasional dengan pihak PTP saya sangat setuju sekali. Namun kita ingin mengetahui nanti statusnya seperti apa dan sistemnya juga seperti apa. Karena secara otomatis nantinya ada pemasukan ke negara dari para penggarap. Dengan demikian, negara tidak akan dirugikan,” tuturnya.

Namun di sisi lain, tak sedikit petani penggarap yang enggan ikut serta dalam program tersebut. Alasannya, mereka takut lahan yang kini tengah mereka garap akan diambil kembali oleh pihak PTPN.

“Kalau sistem kerjasama itu kita setuju. Melalui kerjasama tersebut, pasti ada kompensasi dari penggarap ke pihak perkebunan. Tetapi, sampai saat ini saya masih melakukan pengamatan saja dulu. Jika memang benar program itu tidak menindas penggarap saya secara pribadi akan mengikutinya,” pungkas Samsudin, penggarap lainnya.

Menurut dia, kekhawatiran itu wajar adanya. Terlebih mereka mengaku mengikuti berbagai perkembangan yang terjadi saat ini, salah satunya terkait persoalan antara para petani dan BPN yang juga melibatkan pihak PTPN.

“Kami juga mengikuti perkembangan kasus itu. Tapi kami saat ini lebih ingin mengetahui apa saja sistem kerjasama meliputi aturan mainnya dan hal-hal lainnya. Dan kalau kami sedikit khawatir wajar saja,” pungkasnya.(dang)