Kota Bogor, HRB
KISRUH dan banyak aduan kecurangan dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA Negeri 1 Kota Bogor, terindikasi ada permainan “mafia zonasi”. Banyak kalangan mendesak agar kasus PPDB ini diusut hingga tuntas serta ditindak tegas para pelakunya.
Dalam setiap PPDB, berhembus kabar adanyama dugaan praktik percaloan, yang berkaitan dengan uang pelicin kepada oknum tertentu. Orangtua calon siswa sekolah negeri harus merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah agar anaknya diterima di sekolah favorit.
“Penertiban dan penelusuran titip Kartu Keluarga ini mudah diselesaikan, tracking datanya bisa dengan mudah dijalankan, jika memang ada keinginan serius Pemerintah untuk menyelamatkan sistem pendidikan di masa depan,” kata Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto di kantornya, Kamis, 6 Julis 2023
Menurut Atang, langkah Wali Kota Bogor adalah dengan membuka pusat aduan terkait PPDB sudah tepat. Namun, hal tersebut harus dilanjutkan dengan penelusuran kasus titip KK, agar ada output yang jelas agar kejadian seperti ini tidak terjadi lagi.
Doktor dari IPB University ini juga menilai, banyaknya masalah di tingkat SMA dan sederajat menunjukkan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, sehingga Atang menilai kewenangan pelaksanaan tugas selayaknya dikembalikan ke tingkat Kota atau Kabupaten.
“Secara jumlah SDM dan berbagai perangkat yang dimiliki, Propinsi terlalu jauh rentang kendalinya. Sudah selayaknya SMA sederajat dikembalikan kewenangannya ke Kota dan Kabupaten. Agar lebih teekoordinasi, terevaluasi, dan tertangani”, tegas politikus PKS ini.
Atang menilai, PPDB yang menggunakan sistem zonasi dalam beberapa tahun terakhir perlu dirombak. Hal ini dikarenakan dalam 3 tahun terakhir kasus PPDB semakin meningkat. “Zonasi bisa dibuat hanya untuk porsi pelengkap, tapi sistem utamanya harus dibuat yang baru”, jelasnya.
Lebih lanjut, Atang menyebut, minimnya jumlah sekolah SMA Negeri di Kota Bogor menjadi salah satu penyebab adanya kecurangan yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Jika dilihat perbandingan antara jumlah SD, SMP dan SMA Negeri di Kota Bogor, Atang melihat tidak berbanding lurus antara kebutuhan dengan ketersediaan.
“Kami kembali akan mendorong agar Pemkot Bogor segera membangun unit sekolah baru di Kota Bogor agar masyarakat tidak perlu berebutan bersekolah di sekolah negeri. Langkah berikutnya adalah program penguatan sekolah swasta yang berkualitas dan biayanya terjangkau oleh masyarakat,” pungkasnya.
Adapun Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri mengatakan, akan melakukan investigasi dan evaluasi atas kinerja Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Bogor, panitia PPDB dan unsur lainnya yang terlibat dalam proses PPDB.
“Kami akan melakukan investigasi untuk mencari kebenaran dari kasus ini, karena sudah banyak sekali aduan yang masuk ke kami. Nanti dari hasil investigasi dan pendalaman maka kami akan memberikan catatan evaluasi serta rekomendasi untuk Pemerintah Kota Bogor,” ujar pria yang akrab disapa ASB.
Kasus serupa diungkapkan oleh ASB pernah juga terjadi pada 2019 silam dengan modus operandi manipulasi tempat tinggal atau KK seperti yang saat ini tengah viral. Sehingga, ia pun menilai seharusnya peraturan yang mengatur PPDB ini bisa diperbaiki guna meminimalisir celah kecurangan yang ada.
“Misalkan, khusus untuk anak-anak yang masih bersekolah dilarang pindah tempat tinggal atau numpang KK di Kota/ Kabupaten yang sama. Sehingga, target diterbitkannya peraturan zonasi menjadi tepat sasaran. Memang tidak ada peraturan yang sempurna, tapi seharusnya peraturan itu bisa meminimalisir celah manipulasi yang bisa dilakukan oleh oknum tidak bertanggungjawab,” tegas ASB.
Namun, berdasarkan pandangan awal ASB, ia menilai Disdukcapil perlu menjelaskan proses pelayanan mutasi administrasi kependudukan (Adminduk). Sebab, saat ini juga ada dugaan pemalsuan tanda tangan dari kepala dinas yang saat ini tengah menjabat, sedangkan SK yang dikeluarkan tahun 2021.
“Pemerintah Kota Bogor harus melakukan penyajian data rinci yang dikeluarkan oleh Disdukcapil terkait hal ini. Penyajian data rinci ini, sangat perlu dilakukan untuk memetakan periodisasi waktu mutasi penduduk usia sekolah dari SMP yang mau ke SMA. Dari situ kita bisa lihat, ada tidaknya NIK yang terkonsentrasi di nomor KK tertentu dan kewajaran alamat yang digunakan,” pungkasnya.
Baginya, yang jadi pertanyaan bagaimana alur proses administrasi kependudukan itu dibuat dan siapa yang mengeluarkan. Oleh karena itu, dalam menyikapi polemik PPDB di SMA, harus mulai dicari solusinya dari hulu ke hilir.
“Seperti yang terjadi di SMAN 1, dimana jarak zonasi yang menjadi kontroversi. Menurut informasi dimedia sosial, kejanggalan jarak yang menjadi tanda tanya dimana jarak yang dipakai adalah 240,983 meter. Sementara, jumlah kuota zonasi hanya 161 siswa,” sebut dia.
Secara umum, tentunya masyarakat sudah bisa memetakan bahwa radius jarak 240 meter dari SMA 1 adalah kawasan Kebun Raya Bogor atau Istana Bogor, perkantoran, dan tempat ibadah. Perlu dilakukan pendalaman berapa jumlah KK di radius tersebut.
“Tentunya ini harus dicek satu per satu setiap KK dan semua harus by data dengan melihat kewajaran,” imbuh dia.
Selain itu, lanjut ASB, perlu juga dilakukan pendalaman terkait proses PPDB yang dilakukan agar bisa mengetahui apakah ada oknum panitia PPDB yang bermain.
Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto mengaku, menerima banyak laporan dari warga terkait praktik manipulasi Kartu Keluarga (KK) dalam sistem zonasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di SMA negeri. Tak hanya membuka nomor aduan, Bima Arya akan mengecek secara langsung tempat-tempat yang dicurigai menjadi tempat penitipan KK.
Bima Arya menegaskan, telah memerintahkan dinas teknis terkait untuk mengumpulkan data dan fakta atas laporan ini. Termasuk, camat dan lurah setempat untuk mengumpulkan data-data yang bisa membantu.
“Jadi, saya perintahkan untuk mengumpulkan data dan fakta, kami telah membuka aduan hotline khusus PPDB. Saya juga perintahkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil), Dinas Pendidikan (Disdik), Camat, dan Lurah untuk membantu mengumpulkan data-data,” kata Bima Arya.
Bima Arya menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor akan menelusuri pergeseran perubahan KK. Termasuk data-data di sekolah-sekolah negeri favorit.
Dia pun akan meminta langsung keluhan warga terkait sistem zonasi PPDB yang telah berjalan sekitar empat tahun ini. Terlebih sistem zonasi PPDB di salah satu SMA Negeri di Kota Bogor tengah viral dan menjadi sorotan, lantaran diduga terdapat calo.
“Jadi, hari ini kita kumpulkan, besok kita finalisasi dan saya akan cek langsung ke lokasi-lokasi yang dicurigai menjadi tempat penitipan KK. Langkah berikutnya nanti akan kita lakukan tindakan-tindakan, agar sistem ini bisa terus kita perbaiki,” ujar Bima Arya.
Dia menambahkan, pendidikan merupakan hak seluruh masyarakat sehingga aksesnya harus adil dan sesuai aturan. Oleh karenanya, ia sedang melakukan pengumpulan data dan investigasi.
“Silakan sampaikan aduan di kolom komen (Instagram @bimaaryasugiarto) atau Whatsapp ke nomor pengaduan PPDB di Kota Bogor: 0852-1845-3813,” ucapnya.
Terpisah, Ketua Dewan Pendidikan Kota Bogor, Deddy Djumiawan, pun tak menampik jika setiap tahun selalu ada masyarakat yang kecewa dengan sistem zonasi PPDB. Bahkan terdapat kecurigaan dari pengaplikasian sistem zonasi yang sudah dilaksanakan empat tahun ke belakang.
“Kami berharap ada evaluasi menyeluruh dari pemerintah, terhadap efek penerapan zonasi dalam PPDB. Kenyataannya banyak menimbulkan kekecewaan, kesempatan mereka masuk ke sekolah yang dituju terganggu dengan banyak keaneahan yang dicurigai jarak pendaftar dengan sekolah yang makin dekat,” jelas Deddy.
Mengingat kewenangan SMA dan SMK berada di Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Deddy mengaku, akan mengirimkan laporan ini ke Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat. Serta berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor.
Terkait kecurigaan pada alamat peserta didik, Deddy mengaku, akan menindaklanjutinya secara hati-hati. Misalnya, ada orangtua mendaftarkan anaknya ke sebuah sekolah. Pada awalnya, status anak tersebut aman, namun tiba-tiba berubah karena banyak calon peserta didik yang tinggal di daerah itu.
“Padahal, tidak banyak anak sekolah, kok yang daftar banyak? Ada kecurigaan yang perlu dibuktikan,” ucapnya.
Melihat kenyataan yang ada, menurut Deddy Kota Bogor memiliki dua masalah fundamental yang sangat berpengaruh pada pemgaplikasian zonasi. Pertama, yakni terkait ketersediaan jumlah kursi SMP dan SMAN yang rasionya sangat jomplang.
Kedua, sambung Deddy, pola penyebaran sekolah hanya berkumpul di area tengah kota. Sehingga menambah rumit masalah di lapangan.
“Harusnya mutu dan pendidikan tolak ukurnya prncalaian akademis. Kami berharap ada evaluasi untuk masuk sekolah, harusnya dititik beratkan ke pretasi akademis. Apalagi pola persaingan tinggi yang disebabkan jumlah ketersediaan kursi yang rasionya masih belum baik,” kata Deddy
Menanggapi isu itu, Ketua Panitia PPDB SMAN 1 Kota Bogor, Yusuf Sulaiman mengatakan pihak sekolah hanya bekerja sesuai aplikasi PPDB saja. Karena kewenangan sekolah hanya memverifikasi dokumen yang diunggah calon peserta didik.
“Kewenangan sekolah hanya melihat KK itu sudah 1 tahun atau belum dari tanggal dikeluarkan. Kami hanya bisa lihat dari komputer secara kasat mata,” ucapnya.
Dirinya juga mengatakan pihak sekolah hanya berwenang melakukan verifikasi titik koordinat dan tidak punya kewenangan untuk memeriksa kebenaran siswa yang tinggal di titik tersebut.
“Itu ranahnya Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) untuk melihat data kependudukan. Kami melihat KK dan titik koordinat saja sudah pusing,” kata Yusuf.
Sementara itu pihak sekolah akan menginformasikan pendaftar apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian antara data dengan dokumen yang disertakan. Pendaftar pun dapat langsung memperbaiki kesalahannya.(Ozi)
Tags: ppdb
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut