Caringin, HRB – Puluhan bangunan permanen yang berjejer di atas saluran irigasi di Kampung Cikereteg, Desa Ciderum, Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor, kembali menuai pertanyaan sejumlah pihak. Pihak terkait pun dituding lemah dalam hal pengawasan dengan maraknya bangunan yang melanggar Garis Sempadan Sungai (GSS) di kawasan tersebut.
“Siapa itu yang memperbolehkan membangun toko- toko itu di atas kali, bukannya secara aturan dilarang membangun di atas saluran kali atau sungai, kenapa pihak terkait membiarkan itu,” ungkap Baharudin, warga sekitar.
Menurut dia, maraknya bangunan liar (bangli) yang berfungsi sebagai tempat usaha atau toko yang berdiri di atas saluran irigasi dianggap menjadi pemicu banjir yang kerap menggenangi jalan di kawasan tersebut.
“Kalau hujan pasti jalan tergenang, karena saluran irigasi tertutup bangunan-bangunan liar yang dijadikan toko dan warung. Dinas atau UPT terkait seharusnya mengawasi secara intens, begitu juga dengan Satpol-PP yang seolah tutup mata,” tandasnya.
Terpisah, pemerhati pembangunan dan lingkungan hidup Bogor, Maman Usman Rasidi secara tegas menyebut hal itu terjadi karena lemahnya pengawasan pihak terkait, hingga bangunan di atas saluran irigasi di Kabupaten Bogor, seperti di Kawasan Cikereteg – Pancawati semakin marak.
“Ini menjadi bukti lemahnya pengawasan dinas teknis dan penegak aturan yang terkesan tebang pilih. Harusnya, ada tindakan tegas karena dampak yang dirasakan masyarakat luas,” ungkap nya Selasa (12/7/2022).
Lanjut dia, tentang larangan mendirikan bangunan di sempadan dan sarana irigasi, sudah tertuang dalam peraturan daerah (perda) Kabupaten Bogor nomor 4 tahun 2016 tentang tata bangunan, serta perda Provinsi Jawa Barat nomor 4 tahun 2008 dengan ancaman sanksi pidana kurungan 3 bulan penjara dan denda senilai 50 juta.
Namun kata dia, hal itu sepertinya tidak berlaku bagi pemilik bangunan di kawasan itu. Pihaknya pun mempertanyakan perda Kabupaten Bogor nomor 4 tahun 2015 yang bisa dijadikan dasar hukum aparatur pemerintah, dalam hal ini Satpol PP yang memiliki kewenangan dalam penindakan.
“Aturan pemanfaatan saluran irigasi diatur secara jelas diatur Permen PUPR RI nomor 28/PRT/M/2015 tentang penetapan garis sempadan sungai dan garis sempadan danau,” terangnya.
Dalam pasal 22 ayat (1), sambungnya, sempadan sungai hanya dapat dimanfaatkan secara terbatas untuk bangunan prasarana sumber daya air sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai atau irigasi.
“Ada indikasi pembiaran atau kelalaian dinas teknis dan penegak perda di sana. Hasilnya, selain fungsi saluran irigasi terganggu juga menimbulkan dampak lain untuk lingkungan,” tandasnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, staf pengawas UPT Pengairan dan Irigasi Wilayah 3 Ciawi, Dedi Junaedi mengaku, pihaknya sudah berupaya agar saluran irigasi tersebut bebas dari bangunan liar. Namun kata dia, hal itu sudah menjadi kewenangan DPUPR Kabupaten Bogor. Dan menurutnya, penertiban sudah dilakukan dinas tapi bangli masih tetap menjamur.
“Sudah pernah dilakukan penertiban oleh dinas. Kalau mau dilayangkan surat teguran kepada para pemilik bangunan, itu menjadi kewenangan dinas bukan lagi kewenangan UPT,” pungkasnya.(wan/asz)
Tags: Cikereteg
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut