Nikah Muda Marak di Masa Pandemi

Cibinong, rakyatbogor.net – Data mengejutkan datang dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA), yang menyebut, terjadi peningkatan angka perkawinan anak selama pandemi Covid-19.

Hal ini diperkuat dengan temuan Kementrian PPN/Bappenas mengungkap bahwa ada sekitar 400-500 anak perempuan usia 10-17 tahun berisiko menikah dini akibat pandemi Covid-19. Anak-anak adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun dan umumnya merupakan pelajar. Namun karena berbagai alasan terpaksa meninggalkan bangku sekolah karena menikah. Dugaan terbesar adalah masalah ekonomi keluarga.

Dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) BPS pun menunjukan, pada 2021 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kabupaten Bogor, pada usia 16-18 tahun 59,43 untuk laki laki dan 51,57 perempuan.

Menyikapi hal ini, Fungsional Statistisi Muda, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bogor, Atik Fitri Rahmawati menilai, hal itu memang tidak bisa dipungkiri. Dugaan terbesar adalah masalah ekonomi keluarga.

“Jika melihat pada data-data, Artinya dari 100 anak perempuan berusia 16-18 tahun kurang dari 52 anak yang masih duduk di bangku sekolah. Tidak sebanyak anak laki-laki, yang hampir 60 orang anak yang bersekolah dari 100 anak laki laki dengan usia yang sama,” kata Atik dalam rilis tertulisnya yang diterima Rakyat Bogor.

Menurutnya, masyarakat perlu diberikan edukasi atau pemahaman terkait masalah ini. Menyadari risiko negatif daripada pernikahan dini yang dilakukan anak di masa pandemi Covid-19 ini, pemerintah tetap mendorong Program Keluarga Berencana (KB) bagi masyarakat.

Baca juga:  Tawuran Dalam Kondisi Mabuk, Empat Orang Gengster di Tangkap Polisi

“Dimana pelaksanaannya juga ditekankan dalam hal perencanaaan membangun keluarga dan edukasi kesehatan reproduksi. Banyak perempuan usia produktif yang tidak berani datang ke fasilitas keluarga berencana selama pandemi karena takut tertular virus corona,” katanya.

Untuk mengatasi hal ini, Atik berharap, BKKBN melakukan terobosan penyuluhan proaktif door to door (pintu ke pintu) untuk penyuluhan kontrasepsi dan mempermudah cara mendapatkan layanan tersebut.

“BKKBN mengubah strategi. Penyuluh kini boleh membawa alat kontrasepsi yang disampaikan ke fasyankes. BKKBN juga membuka layanan KB di banyak titik, juga meluncurkan Gerakan Sejuta Akseptor dan melakukan pemasangan alat kontrasepsi gratis, mudah diakses dan tersedia,” imbuhnya.

Pentingnya memberikan Pendidikan seksual sejak dini, bahkan kepada anak-anak di sekolah maupaun di keluarga. Oleh karena itu orangtua dan pendidik diharapkan memberikan edukasi

seksual dari sisi Kesehatan, disesuaikan dengan kebutuhan usia, dituangkan dalam materi yang

menarik dan penyampaian yang baik.

“Sehingga anak usia sekolah memahami bahwa usia ideal menikah adalah minimal 21 tahun untuk perempuan dan 25 untuk laki-laki. Disamping perencanaan keluarga yang belum matang, membangun rumahtangga usia muda rentan juga menghadapi masalah ekonomi,” tandasnya. (fuz)