KOTA BOGOR – Gonjang ganjing rencana Revitalisasi Terminal Baranangsiang yang mangkrak selama sembilan tahun. Justru memunculkan berbagai protes dan juga polemik adanya dugaan skandal dibalik proyek tersebut. Pasalnya, Rencananya revitalisai bakal dimulai tahun 2022 mendatang, hingga kini belum menemukan titik terang. Namun begitu, pihak kontraktor masih harus menunggu pembaruan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk memulai pembangunan.
Salah protes datang dari Ketua Komunitas Paguyuban Terminal Baranangsiang (KPTB) Teddy Irawan meminta, agar fungsi terminal tetap menjadi terminal, tidak difungsikan tambahan hotel dan mal. Ia menilai pembangunan TOD sebagai tindakan sewenang-wenang karena tidak memperhitungkan nasib warga setempat
“Di sini pedagangnya kelas menengah. Kalau dibangun kompleks (TOD) seperti itu, yang kecil pasti terpinggirkan,” katanya.
Teddy mengungkapkan, selama ini Pemkot dianggap tidak memperhatikan kondisi terminal sehingga warga mengaku mengelolanya secara swadaya. Bahkan hingga kini, Pemkot maupun pusat belum ada yang menyosialisasikan rencana pembangunan TOD kepada warga.
“Mereka mengharapkan pemerintah mengajak warga berdiskusi sebelum merealisasikannya,” tandas Teddy.
Selain itu, warga juga menolak pemindahan operasional Terminal Baranangsiang ke Terminal Bubulak selama proses pembangunan TOD. Jarak Terminal Bubulak ke Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi) lebih jauh dibandingkan dari Baranangsiang.
Pemindahan itu dikhawatirkan mempengaruhi biaya operasional bus. Teddy juga mengkhawatirkan nasib sekitar 1.000 orang yang mencari nafkah di Terminal Baranangsiang setelah dipindahkan. Mulai dari supir, kernet, pedagang kaki lima, pedagang asongan dan sebagainya.
Alasan lainnya, kata Teddy, luas wilayah terminal Bubulak dianggap lebih sempit dibandingkan Baranangsiang. Terminal Bubulak memiliki luas sekitar 8.000 meter persegi, sementara Baranangsiang mencapai 21.000 meter persegi.
“Belum tentu juga mereka (warga Terminal Bubulak) mau menerima kita,” kata Teddy.
Direktur PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) Sumarsono Hadi, selaku pengelola Terminal Baranangsiang. Menurutnya, berdasarkan surat keputusan yang lama, PT PGI mendapatkan jatah 30 tahun mengelola terminal melalui perjanjian Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun Guna Serah.
Namun, pembangunannya tak kunjung terealisasi, pihak PT PGI pun berupaya untuk menggeser waktu pengelolaan terminal yang mulanya dihitung pada 2012, bergeser menjadi 2021. Pergeseran waktu pengelolaan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik daerah atau lebih dikenal BGS.
“Apakah bisa yang 30 tahun digeser? Dari awalnya 2012 digeser starting-nya (mulainya) menjadi 2021, itu yang masih diperdebatkan hukum. Dan setelah kami berkonsultasi dengan berbagai pihak, akhirnya bisa digeser,” katanya belum lama ini.
Sumarsono menambahkan, Revitalisasi Terminal Baranangsiang sendiri sesuai dengan amanat yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 55/2018 tentang Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) tahun 2018-2029. Pembangunannya sendiri membutuhkan waktu sekitar empat tahun dan bisa saja dimulai pada tahun depan yakni tahun 2022, bila pembaruan IMB rampung.
Terpisah, Direktur Prasarana BPTJ, Eddy Nursalam mengatakan, kewenangan Pemkot Bogor yakni menata kawasan Baranangsiang. Sebab, penataan ruang merupakan kewenangan pemerintah daerah, bukan pemerintah pusat.
“Kita minta dukungan Pemkot Bogor untuk tindak lanjut pembangunan Terminal Baranangsiang. Kita akan mulai lagi. Kita harapkan Pemda menata kawasan itu karena kawasannya sangat strategis,” ucapnya.
Eddy menuturkan, meski akan dikembangkan menjadi kawasan TOD, fungsi dari terminal tipe A Baranangsiang tetap sama. Hanya saja, Terminal Baranangsiang menjadi bagian kawasan TOD yang juga terdapat kawasan komersial.
Ditambah lagi, lanjutnya, Pemkot Bogor berencana meletakkan ujung lintas rel terpadu (LRT) Jabodebek dan Trem di kawasan Baranangsiang. Bahkan, tidak jauh dari Baranangsiang juga terdapat Tol Jagorawi. Sehingga bisa dipastikan pusat transportasi akan bertumpu di kawasan tersebut.
“Nanti desainnya dari PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI) yang melanjutkan kontrak dari Pemda Bogor,” ujar Eddy.
Terkait desain, Eddy menjelaskan, karena pengembangan kawasan Terminal Baranangsiang sempat tertunda selama sembilan tahun, maka ada beberapa hal yang bisa dilanjutkan. Namun, ada beberapa hal yang harus diulang dari awal lagi. Apalagi, ditambah dengan adanya rencana Pemkot Bogor terkait LRT dan trem.
Disamping itu, lanjutnya, BPTJ dan Pemkot Bogor juga akan merevisi izin mendirikan bangunan (IMB) yang lama terkait dengan tata ruang. Termasuk menata kawasan di sekitar Terminal Baranangsiang yang akan turut menjadi bagian kawasan TOD.
“Kita minta arahan dari Pemda. Kita juga menargetkan untuk merevisi izin mendirikan bangunan (IMB),” ucapnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan, mulanya Pemkot Bogor mendapatkan informasi dari Kejaksaan Agung, dan Kemenkeu dengan di setujuinya pola kerjasama dengan PT Pancakarya Grahatama Indonesia (PGI), atau konsesi yang diberikan pemerintah pada PT PGI kurang lebih mengenai permohonan jangka waktu.
Pertimbangan itu, kata dia, dengan konsep sembilan tahun lalu, belum ada konsep LRT dan Trem di Terminal Baranangsiang. Sehingga, Terminal Baranangsiang menjadi kawasan Transit Oriented Development (TOD) di Kota Bogor.
“Dalam TOD bukan urusan terminal saja, tapi dukungan komersial. Jadi tidak berdiri sendiri, terkoneksi dengan yang lain. Misal ada tanah kosong di seberang akan dimanfaatkan, misal tol jadi Stasiun LRT,” tuturnya, Selasa (22/06/2021)
Disamping itu, Dedie menjelaskan, kewenangan Pemkot Bogor dalam menata kawasan Baranangsiang juga meliputi penataan taman dan saluran air. Sedangkan, terkait pembebasan lahan, dalam konteks Terminal Baranangsiang nantinya akan ada penyesuaian fungsi.
“Tidak ada (pembebasan lahan) didalam konteks Terminal Baranangsiang, tapi ada penyesuaian fungsi. Misal, yang di Jalan Binamarga kan UMKM kuliner, barangkali nanti jadi halte untuk trem,” ujarnya.
Dikemukakan Dedie lebih lanjut, luas kawasan TOD sendiri secara keseluruhan sebesar sekitar 8 hingga 10 Ha. Juga meliputi kawasan milik BPTJ sebesar 2,1 Ha.
“Biar bagaimanapun dengan adanya perubahan fungsi, lalu lintas jad prioritas utama. Kita mau semua pihak, LRT, trem, PGI semuanya duduk bagaimana mengintegrasikan. Jangan sampai pas dibangun, beban biaya dan teknis timbul,” jelasnya.
Tags: Terminal Baranangsiang
-
Atlet PPOPM Wajib Ikuti Kejurnas Kemenpora
-
AUTP Jadi Solusi Bagi Petani yang Terdampak Kekeringan
-
Pemasangan Informasi Harga Bahan Pokok di Pasar Segera Terealisasi
-
Galian Tambang di Desa Sukasari Akhirnya Ditutup