Pemkab Bogor Harus Sikapi Maraknya Bisnis Kavling Tanpa Izin

Bisnis KavlingILUSTRASI: Bisnis Kavling

Jonggol, HRB – Usaha jual beli tanah kavling saat ini marak dilakukan dan bahkan menjadi fenomena tersendiri di wilayah timur Kabupaten Bogor, dominannya berada di wilayah Kecamatan Sukamakmur, Jonggol, Cariu dan Tanjungsari. Parahnya, pelaku usaha kebanyakan hanya mengantongi perizinan tanah kavling secara minimalis.

Hal itu mengindikasikan bahwa cukup banyak lahan kavling yang ternyata belum mengantongi sertifikat resmi. Imbasnya, pengajuan izin pembangunan kawasan permukiman terhadap lahan-lahan tersebut bisa ditolak, bahkan saat ini instansi terkait perizinan di Kabupaten Bogor tidak berani memproses pengajuan perizinan lahan kavling.

Maraknya usaha penjualan kavling ini sebenarnya sudah mendapatkan perhatian khusus dari Komisi I DPRD Kabupaten Bogor, para pejabat Pemkab Bogor dan juga kalangan aktivis, karena bisnis kavling tersebut rata-rata belum memiliki kelengkapan perizinan.

Bahkan, dari hasil dari kunjungan Komisi I DPRD beberapa waktu lalu, ditemukan fakta bahwa tak sedikit pengusaha kavling belum memiliki izin dasar seperti Izin Peruntukan dan Pemanfaatan Tanah (IPPT), dan yang paling dikhawatirkan adalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah dimana lokasi tanah kavling yang dijual berada di lahan basah atau LP2B, sehingga sangat sulit untuk mendapatkan izin.

Tak Cuma itu, di beberapa kavling kebun di wilayah timur ditemukan beberapa kejanggalan, mulai dari kekurangan dalam perizinan dan juga adanya perubahan dari semula kebun menjadi bangunan permanen. Dan berdasarkan informasi, pihak Komisi I DPRD sudah meneruskan masalah temuan mereka ke pihak-pihak terkait.

Terkait hal tersebut, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Forecast Bogor Raya Lulu Azhari Luky, menilai perlu adanya sikap dan tindakan bersama dinas terkait seperti DPKPP, Dinas PUPR, Bappedalitbang, kantor BPN dan Satpol PP untuk melakukan sidak pengawasan ke lapangan guna melihat langsung situasi dan kondisi sebenarnya.

“Dari sidak pengawasan itu, akan didapati fakta-fakta terkait bisnis kavling tersebut. Kemudian hasil temuan di lokasi-lokasi kavling dilaporkan ke Bupati dan diinformasikan ke Komisi I DPRD sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan khusus terhadap maraknya bisnis kavling ini,” jelas Lulu dalam keterangannya, Minggu 12 Februari 2023.

Meski begitu, Lulu mengkritisi lambannya respon instansi terkait perizinan dan pelanggaran Perda dalam menyikapi usaha kavling yang sudah bertahun-tahun menjadi sorotan masyarakat luas. “Jadi sebenarnya tinggal ada kemauan atau tidak untuk mengakomodir keluhan masyarakat sekaligus menegakkan Perda,” imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi I DPRD Usep Supratman pernah mengemukakan bahwa permasalahan izin kavling harus dicarikan solusinya. Sebab jika mengacu pada aturan tidak diperbolehkan untuk penjualan kavling, melainkan perkebunan dengan tidak diperjual-belikan.

Baca juga:  Curah Hujan Tinggi, Tebing Sungai Cisadane Kian Terkikis

Namun faktanya, pengusaha kavling menjual kavling tersebut dengan luasan 100 meter, dimana tidak menyisakan untuk fasilitas sosial(fasos) dan fasilitas umum (fasum) dengan menjual sisa seluruhnya. “Dilihat dari luasan kavling tanah yang dijual dengan luasan tanah yang dijual atau di kavling tidak tersedia lahan untuk fasos dan fasum,” ujarnya.

Sehingga dikhawatirkan apabila ada aturan hukum yang mengaturnya nanti, izin tidak akan keluar juga karena tidak memenuhinya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) yang akan diberikan dalam perizinan. “Permasalahan ini sangat rumit sehingga perlu dicarikan solusinya,” tegas Usep.

Sebagai informasi, lahan kavling harus sudah mengantongi sertifikat resmi dari BPN, minimal berupa Hak Guna Bangunan (HGB). Sertifikat itu menjadi syarat mengurus perizinan awal seperti IPPT dan siteplan. Selain itu, seluruh pengajuan usaha lahan kavling juga harus mengantongi block plant. Yakni, pengusaha harus menyusun perencanaan pembangunan dengan sistem 60:40.

Sebanyak 60 persen dari total lahan digunakan untuk pendirian rumah. Sisanya berfungsi sebagai fasilitas umum-fasilitas sosial (fasum-fasos). Selain itu, lebar jalan akses yang disiapkan minimal 6 meter. Jadi, jika Anda ingin mendirikan bangunan di atas tanah kavling, maka wajib mengurus terlebih dahulu perizinannya.

Berdasarkan Pasal Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, diatur bahwa setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

Persyaratan administratif bangunan gedung tersebut meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.

Selain itu, penggunaan ruang di atas dan/atau di bawah tanah dan/atau air untuk bangunan gedung harus memiliki izin penggunaan sesuai ketentuan yang berlaku. Jika ingin mendirikan bangunan di atas tanah kavling, maka wajib mengurus terlebih dahulu perizinan tanah kavling.

Sebaiknya berhati-hatilah dengan pengembang maupun makelar tanah yang menjual tanah kavling tanpa ada surat pemecah sertifikat. Perhatikan juga bahwa setiap sertifikat tanah harus punya nomor berbeda. Kalau hanya ingin membeli sebagian tanah kavling tersebut, maka perlu untuk memecah sertifikat tanah tersebut. (Asb)

Tags: