Pemkab Bogor (Masih) Dikangkangi Pengembang Perumahan

Cibinong, rakyatbogor.net – Kendati sudah memiliki payung hukum terkait Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor rupanya masih saja dikangkangi pengemban g perumahan.

Hal ini dibuktikan dengan informasi yang diperoleh Rakyat Bogor dari Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) Kabupaten Bogor, dimana hingga Desember 2021 ini masih ada 230 pengembang perumahan dari total 841 perumahan yang ada, belum menyerahkan ‘kewajiban’-nya tersebut.

Kepala Bidang PSU DPKPP Kabupaten Bogor, Nunung Toyibah penyerahan PSU dari pengembang perumahan ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintah. Selain adanya kepastian hukum, PSU ini akan mendatangkan nilai manfaat sebagai aset daerah. “Termasuk juga ketika ada bantuan daerah nantinya tidak akan tumpang tindih, tidak ada halangan seperti SamiSade,” jelas Nunung.

Nunung pun mengklaim jika pihaknya sejauh ini sudah berupaya untuk meminimalisir kelonggaran penyerahan PSU melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2012 tentang Prasarana Sarana dan Utilitas. “Jadi lewat Perda ini kami kunci pengembang perumahan akan kewajiban penyerahan PSU. Ini syarat sebelum izin mendirikan bangunan,” ungkapnya.

Sementara itu dari data yang dimiliki Rakyat Bogor pada tahun 2019 lalu, Pemkab Bogor merilis hanya ada 161 perumahan yang sudah menyerahkan PSU-nya. Hal ini diakibatnya lemahnya regulasi sebelumnya yang tidak mengatur developer dari awal merintis pembangunannya.

Baca juga:  PJU Minim, Picu Kejahatan Di Jalur Ciderum

Hal ini pun pernah diakui oleh mantan Kepala DPKPP Kabupaten Bogor, Lita Ismu yang menyebut, Perda Nomor 7 Tahun 2012 tentang PSU merupakan upaya Pemkab Bogor dalam memperbaiki aturan sebelumnya.

“Berkaca pada pengalaman aturan terdahulu, kelemahan Perbup yang dulu itu tidak mengatur developer dari awal sehingga mereka pergi begitu saja. Tapi sekarang, dari revisi aturan ini, tidak hanya dikuatkan dengan berita acara administrasi, mereka juga harus menginformasikan kepada kami jika sewaktu-waktu merubah siteplan perumahan yang dibangunnya,” jelas Lita saat itu.

Menurutnya, banyak sekali developer yang merubah siteplan perumahan sehingga tidak sesuai dengan perjanjian awal, yang juga berdampak pada aturan yang telah diteken. “Banyak yang dirubah, yang dari awal bangunan seperti apa, tapi tahu-tahu menjadi kapling, karena itu lebih ekonomis. Kan harusnya tidak seperti itu, harusnya itu sesuai dengan ketentuan dari awal,” kata Lita.

Tidak hanya perumahan, pada kesempatan itu, Lita menyebut revisi aturan ini juga akan berlaku untuk pembangunan Cluster di Kabupaten Bogor. “Cluster dengan jumlah lebih dari 15 unit rumah, itu wajib siteplan. Artinya mereka wajib mencadangkan 2 persen lahan untuk fasos-fasumnya. Minimal mereka menyiapkan, karena nanti pengelolaannya dilakukan oleh kecamatan,” imbuh Lita. (fuz)