Gunungsindur, HRB
Aliansi Gerakan Jalur Tambang (AGJT) kembali mempertanyakan pemberlakuan Peraturan Bupati (Perbup) Bogor nomor 120 tahun 2021 tentang jam operasional kendaraan angkut tambang, yang dianggap masih lemah dalam menertibkan pengusaha dan transporter kendaraan tambang yang melintas di wilayah pertambangan di Kabupaten Bogor.
Ketua AGJT, Junaedi Adi Putra menuturkan, sampai saat ini meskipun Pemkab Bogor telah mengklaim Perbup tersebut sudah dilaksanakan semaksimal mungkin. Namun, pada kenyataannya hal itu berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lapangan.
Pasalnya, hingga saat ini masih saja banyak truk angkutan hasil tambang melintas di luar jam operasional yang ditetapkan dalam Perbup 120, yakni mulai pukul 20.00 hingga 05.00 WIB.
“Katanya akan menambah petugas dan membuat portal pembatas. fakta nya sampai hari ini semua hanya wacana tanpa bukti dan realisasi,” cetus Junaedi Adi Putra, Ketua AGJT.
Jun sapaannya menegaskan, tindakan dan langkah Pemkab Bogor ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dan Pemkot Tangsel yang sudah melakukan pemasangan portal di beberapa titik untuk membatasi gerak truk tambang.
Menurut Jun, hal ini menjadi gambaran bahwa pejabat dan aparat di Kabupaten Bogor mengambil kepentingan di dalam persoalan soal mobilisasi truk tambang. sehingga warga masyarakat terus jadi korban akibat lalu lalang truk tambang.
“Jangan sampai nantinya masyarakat jenuh dan mengambil tindakan sendiri dalam penegakan Perbub 120/2021,” tegas Ketua AGJT.
Jun menambahkan, dalam masalah ini maka solusinya hanya satu, yaitu jalur khusus tambang.
“Alternatif nya adalah penegakan jam operasional kendaraan tambang dan dibarengi dengan sanksi hukum bagi truk tambang yang melanggar jam operasional tersebut,” pungkas Jun.
Sementara itu, Bupati Bogor Iwan Setiawan mengaku dilema mengenai pemberlakuan Perbup nomor 120 tahun 2021. Menurutnya, apabila Perbup tersebut benar-benar ditegakkan, maka akan ada kemungkinan-kemungkinan resiko yang akan terjadi.
“Kalau saya tegas bisa, tapi resiko bisa ngga? Misalnya tegas tutup, tapikan gejolaknya datang ke kita (pemerintah), pengusaha, rakyatnya juga yang datang,” ujarnya.
Ia mengatakan, untuk mengatasi persoalan yang terjadi di jalur tambang, perlu adanya sinergi dan kesepakatan bersama antara masyarakat, pengusaha, dan pemerintah.
Sehingga apabila Perbup 120 ini ditegakkan, tidak menjadi polemik di kemudian hari. “Saya juga dari awal hayu kalau mau bareng-bareng kita tutup bisa tapi kan gejolak itu. Makanya ini kan tidak bisa tegas total, urat nadi ekonominya juga harus dijaga.
“(Perbup) itu kan sudah salah satu instrumen, tolong diikuti, tapi kan masih banyak oknum menurut saya, oknum sopir, pengusaha, dilema kalau menurut saya,” imbuhnya. */Axl
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut