CIBINONG, HRB – Kepadatan bangunan serta banyaknya lahan konservasi dan resapan air di kawasan wisata Puncak membuat banyak pihak merasa khawatir, sebab hal itu akan menjadi faktor penyebab terjadinya bencana alam seperti longsor dan luapan air di aliran sungai Ciliwung yang mengakibatkan banjir di wilayah Depok dan Jakarta.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor, H. Ade Yana Mulyana, juga menyoroti khusus persoalan lingkungan di wilayah Puncak yang meliputi Kecamatan Cisarua, Megamendung dan Ciawi. Ia mengaku penataan dan pengendalian tata ruang Puncak sudah sangat mendesak dilakukan.
“Kondisi Puncak saat ini semakin mengkhawatirkan, sudah banyak lahan resapan air dan kawasan konservasi yang berubah fungsi menjadi hotel, villa dan obyek wisata. Hal itu tentu saja akan berdampak pada kerusakan lingkungan sehingga menjadi pendorong kuat terjadinya bencana alam,” ungkap Ade kepada Rakyat Bogor di Cibinong menanggapi pertanyaan terkait pengendalian kawasan Puncak, Kamis (23/6/2022).
Karena itu, lanjut Ade, dirinya sudah memberikan masukan kepada atasannya (Sekretaris Daerah, Red) dan pihak terkait tentang perlunya diberlakukan kebijakan pengetatan bahkan kalau perlu moratorium pembangunan di Puncak. Kebijakan tersebut, menurut Ade harus segera diputuskan mengingat kondisi di Puncak semakin rentan akibat pembangunan tanpa terkendali.
“Saya sudah sampaikan pandangan dan masukan dari aspek lingkungan, muaranya harus dilakukan upaya pengendalian pembangunan secara khusus melalui pengetatan perizinan dan bahkan kalau perlu berlakukan moratorium. Selain itu, tingkatkan pengawasan serta lakukan tindakan tegas terhadap bangunan tanpa ijin dan yang berubah fungsi,” kata Ade.
Sementara itu, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) IPB University Ernan Rustiadi berharap Menteri ATR/Kepala BPN Marsekal TNI Purn Hadi Tjahjanto mampu memberikan warna perbaikan signifikan untuk pengendalian tata ruang di Puncak.
“Kami berharap Pak Hadi dengan latar belakang militer bisa mengendalikan tata ruang di Puncak yang merupakan wilayah hulu Sungai Ciliwung,” kata Ernan di IPB University, Rabu (22/6/2022).
Dia menuturkan, sebelumnya terkait pengendalian tata ruang di Puncak itu Kementerian ATR/BPN sudah banyak melakukan perencanaan dan berkoordinasi dengan kementerian lain, Pemprov Jabar, Pemkab Bogor, dan Pemprov DKI Jakarta.
“Kini tinggal pelaksanaan pengendalian tata ruang di Puncak yang konsisten, seperti penertiban vila liar, pengembalian alih fungsi lahan hijau, lahan pengairan, dan lainnya,” ujar Ernan.
Dosen IPB University itu menambahkan, pengendalian tata ruang di Puncak sebenarnya juga dalam ranah Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Pertanahan (DPKPP) serta Satpol PP Kabupaten Bogor. Untuk itu, dia meminta Pemkab Bogor turut terlibat dan pro aktif dalam pengendalian tata ruang di Puncak.
“Kewenangan pengendalian tata ruang tidak hanya tugas pemerintah pusat walaupun Kawasan Puncak diatur oleh keputusan presiden (Kepres), karena di beberapa titik non Perhutani, perkebunan itu masih dalam kewenangan Pemkab Bogor maupun Pemprov Jawa Barat,” tambahnya.
Sedikitnya 15%lahan negara di kawasan Puncak itu diakuinya baik hutan maupun berstatus hak guna usaha (HGU) sudah beralih fungsi yang dilakukan oknum.
“Di luar lahan sepadan sungai atau pengairan, banyak lahan negara seperti lahan HGU yang sudah beralih fungsi menjadi vila atau bangunan lainnya, pengawasan atau kendali ruang saat ini sangat lemah di Kawasan Puncak,” tutup Ernan. (Cky)
Tags: Ade Yana Mulyana, DLH Kabupaten Bogor, Puncak
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat