Cibinong, HRB – Pemerintah Kabupaten Bogor memberikan rekomendasi kenaikan Upah Minimum Kabupaten (UMK) 2023 sebesar 10 persen. Namun rekomendasi tersebut mendapatkan respon yang kurang antusias dari kalangan pengusaha, khususnya organisasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) setempat.
Dalam Surat Rekomendasi Bupati Bogor No.561/957-Disnaker Perihal Upah Minimum Kabupaten (UMK) Bogor Tahun 2023 yang yang beredar di media sosial, Plt.Bupati Bogor merekomendasikan UMK 2023 sebesar 10 persen dari UMK tahun 2022.
Dengan rekomendasi ini, maka UMK Bogor naik dari Rp 4.217.206 menjadi Rp 4.638.926. Rekomendasi UMK 2023 ini dikirimkan ke Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai pertimbangan untuk penentuan UMK Bogor 2023.
Terkait hal itu, Desi Sulastri selaku Koordinator Dewan Pengupahan Kabupaten (DPK) Bogor dari unsur APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) mengatakan enggan mengomentari informasi tersebut.
“Terkait rekomendasi kenaikan UMK dari Plt. Bupati Bogor sebesar 10 persen, kami tidak bisa komentar,” kata Desi, Rabu (30/11/2022).
Dia menambahkan pihaknya tidak menerima surat pemberitahuan mengenai surat rekomendasi itu. “Kita kan tidak tahu berapa persisnya angka di surat rekomendasi itu karena hanya pihak provinsi yang tahu isi suratnya,” paparnya.
Dia menambahkan, pihak Apindo langsung mendatangi pemprov Jawa Barat untuk menyampaikan berita acara dalam rapat DPK kemarin. “Kita mengacu pada UU Cipta Kerja Omnibus Law dan PP turunanya untuk penerapan UMK 2023,” tegasnya.
Menurut dia, Omnibus Law itu UU yang masih sah berlaku di Indonesia dan belum ada penggantiya. “Kita harus taat pada UU dan hirarki perundang-undangan yang berlaku supaya tidak ada preseden buruk di mata dunia dan investor,” ucap Desi.
Desi menegaskan bahwa Apindo dari awal sudah menyatakan secara terbuka dan jelas menolak keberadaan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No.18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023.
“Permenaker No.18/2022 tidak sesuai aturan yang ada. Permenaker ini bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi yaitu UU Cipta Kerja dan PP turunannya,” imbuhnya.
Apabila Permenaker No.18/2022 ini menjadi acuan, lanjut Desi, maka hal ini memberi bukti kepada dunia bahwa Indonesia itu tidak taat hukum.
“Ini menunjukkan hukum di Indonesia dianggap tidak ada dan bisa berubah kapan pun mereka mau. Akibatnya, dunia usaha akan berpikir dua kali untuk berinvestasi karena tidak ada kepastian hukum,” paparnya.
Desi menjeladkan bahwa Apindo Kabupaten Bogor tidak mempermasalahkan besaran rekomendasi UMK 2023 kalau itu sesuai UU.
“Kita tahu dasar perhitungannya sudah menyalahi aturan. Tidak ada dasar memunculkan angka 10 persen, hanya isyarat dari Permenaker saja yang mengatakan perhitungan upah itu maksimal 10 persen,” beber Desi.
Karena itu, sesuai komando dari DPN (Dewan Pimpinan Nasional), Apindo Kabupaten Bogor menolak keras Permenaker No.18/2022 terkait UMK 2023 ini.
“Kita tolak bukan karena nilai kenaikannya, tetapi karena proses yang dilakukan. APINDO melalui DPN sudah mengajukan gugatan uji materil ke MA soal Permenaker 18/2022 ini. Gugatan sudah teregister per 28 November 2022 kemarin. Kita tunggu hasilnya,” tandas Desi. (Cky/*)
Tags: UMK 2023
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut