MENARIK dicermati Diskusi Pubik bertajuk “Pers Dalam Pusaran Politik Pilkada” yang diinisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Bogor.
Tema tersebut selaras dengan situasi politik jelang Pemilihan Umum 2024. Peran pers sebagai pilar keempat demokrasi harus menjaga independensi dan profesionalitas.
Sisi lainnya, ada ruang abu-abu terkait insan pers di pusaran politik, terutama menjelang pemilihan umum, yaitu ruang antara wartawan sebagai warga negara yang memiliki hak politik, memilih dan dipilih, serta menjaga netralitasnya.
Wartawan adalah bagian dari warga negara, yang haknya untuk berpolitik dijamin secara penuh oleh negara.
Pasal 28C Ayat (2) konsitusi menjamin hak setiap warganegara untuk ikut dalam memperjuangkan haknya, baik dengan memilih atau pun memajukan diri sendiri.
Jaminan atas hak untuk turut serta dalam pemerintahan secara lebih gamblang dicantumkan dalam Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak asasi Manusia. Pasal 43Ayat (1) UU No 39 Tahun 1999.
Nara sumber dalam diskusi, Asep Wahyuwijaya menyebut posisi media dan pers dalam pusaran politik demikian strategis.
Pers idealnya mampu menghadirkan isu-isu yang lebih substansial bagi kepentingan warga, dalam konsolidasi demokrasi ketimbang terjebak pada menghadirkan pemberitaan soal kandidatnya.
Sebab, Asep mengatakan pers atau media itu secara substantif merupakan domain publik, milik rakyat dan merupakan cermin dari kedaulatan rakyat itu sendiri.
Pada perjalanannya, dalam irisan panggung demokrasi banyak media pers yang menjadi instrumen politik, ketika jurnalisme dijadikan sebagai alat propaganda untuk mendukung kelompok, individu ataupun rezim pemerintahan. Pers pada banyak kasus digunakan untuk menyerang dan menjatuhkan pihak lawan.
Satu kekuatan pers yang berbahaya ketika disalah guakan adalah kemampuan melakukan proses pembingkaian (framing), teknik pengemasan fakta, penggambaran fakta, pemilihan angle, penambahan atau pengurangan foto dan gambar dan lain-lain.
Dengan demikian, media punya potensi menjadi termometer politik, membuat situasi panas, dingin atau adem.
Berita yang benar dan berpijak kepada kebenaran bukanlah hasil reproduksi sebuah peristiwa semata, namun buah dari pergulatan dan dialetika intens peristiwa dengan daya nalar wartawan.
Wartawan pada hakekatnya harus selalu bersikap kritis, peka, ingin tahu yang besar pada setiap persoalan dan peristiwa.
Namun, sikap tersebut harus murni karena kecintaannya terhadap profesi, sehingga Marwah dan independensi wartawan juga medianya tetap terjaga, terutama dalam momen pemilihan umum.
Perlu diingat, pada dasarnya wartawan adalah orang yang mencintai pekerjaannya dengan sepenuh hati. Artinya, ia akan selalu berupaya membuat karya sesempurna mungkin.***
Tags: Pers di Pusaran Politik
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut