Cibinong, HRB – Sidang dugaan suap Wajib Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat yang menyeret Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin sepertinya bakal berjalan lebih panjang.
Pasalnya, hingga saat ini Senin (5/9/2022), dimana sidang sudah menginjak ketiga belas kalinya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, keterangan yang diberikan sejumlah saksi justru membuat bingung dan jalannya persidangan terkesan jalan ditempat karena masih berkutat pada persoalan siapa yang salah, dan tidak mengerucut pada putusan.
Ironisnya lagi, jalannya sidang yang dihadiri sejumlah kepala desa dan ulama dari Kabupaten Bogor ini justru kembali membuat Ketua Majelis Hakim, Hera Kartiningsih kesal. Hal ini terjadi saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Roni Yusuf membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ihsan Ayatullah yang hadir sebagai saksi Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin.
Saat dikonfortir perihal pemberian uang kepada tim pemeriksa BPK dalam pemeriksaan LKPD 2020 yang disampaikan tahun 2021, Ihsan menjawab dengan gugup.
“Menurut saya Ade Yasin mengetahui tentang adanya pemberian uang kepada tim pemeriksa BPK LKPD 2020,” Ihsan Ayatullah menjawab pertanyaan Jaksa.
“Saya menyampaikan demikian karena untuk mendapatkan WTP atas laporan keuangan tahun 2020 di kantor BPK Jawa Barat tahun 2021 Ade Yasin sempat bertanya kepada saya saat keluar dari gedung BPK dengan kalimat Beres San? Saya jawab beres bu,” cerita Ihsan Ayatullah.
Pertanyaan ‘beres san’ oleh Ade Yasin tersebut Ihsan Ayatullah mengartikan bahwa Ade Yasin menanyakan uang lelah sudah diberikan semuanya atau belum.
“Karena saya sudah memberikan sepenuhnya uang lelah kepada BPK maka saya jawab beres bu. Cuman semua itu hanya asumsi saya,” dalihnya.
Mendengar hal itu Hakim Ketua Hera Kartiningsih kesal karena semua ucapan asumsi dari Ihsan Ayatullah soal pertanyaan Ade Yasin sudah beres atau belum tersebut.
“Memang Ihsan dulu ngobrol dengan siapa waktu itu. Kalau memang dibantah kenapa laporan BAP tidak dirubah bahkan sudah ditandatangan. Saya memahami posisi Ihsan saat ini makanya bilang itu asumsi. Itu hak saudara terserah kamu,” tegas Hera Kartiningsih.
Sementara itu, Hakim Hera Kartiningsih menanyakan ke Ade Yasin soal Ihsan pernah melaporkan bahwa ini sudah beres.
“Ada gak saat penyerahan opini di kantor BPK apakah pada saat itu ngomong ke Ihsan. Ihsan ini sudah beres belum, ihsan bilang beres bu,” tanya Hera.
“Ihsan ikut gak ke BPK, saya tidak tau. Yang hadir menemani saya ke BPK yakni kepala BPKAD dan Inspektorat,” dalih Ade Yasin.
Ihsan pun kembali diberondong sejumlah pertanyaan. Termasuk soal pemberian uang Kepala BPK Perwakilan Jabar, Agus Khotib. Ihsan pun mengakui ada perintah Ade Yasin untuk membulatkan uang Pendidikan Agus Khotib dari Rp70 juta menjadi Rp100 juta.
“Kemudian terkait dengan uang untuk pendidikan Kalan BPK Jawa Barat, Agus Khotib disini ada komunikasi pada tanggal 12 Oktober 2021 antara Ihsan Ayatullah dengan Maulana Adam, benar?” tanya JPU KPK, Roni Yusuf kepada Ihsan Ayatullah.
Dalam komunikasi tersebut, sambung Roni Yusuf, Ihsan sudah laporkan kepada AY terkait permintaan Kasub Auditorat Jabar III/pengendali teknis Anthon Merdiansyah untuk kontribusi dari Pemkab untuk sekolah Kalan sebesar Rp70 juta.
“Kemudian AY menyuruh untuk menggenapkan menjadi Rp100 juta ini pertemuan pada 12 Oktober 2021,” kata Roni Yusuf membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ihsan Ayatullah.
Sedangkan pertemuan antara Ade Yasin dengan Anton itu tanggal 28 Oktober, sambung Roni, berarti apakah permintaan uang sekolah Kalan ini sebelum Ade Yasin ketemu dengan Anton.
“Ia sebelum Anton ketemu dengan AY Saya pernah sekali melaporkan kepada Ade Yasin pada Bulan Oktober 2021 terkait dengan urusan uang sekolah Kalan BPK sudah selesai,” timpal Ihsan Ayatullah.
Dengan begitu, lanjut Roni, artinya uang sekolah Kalan yang diminta Anton sudah selesai diberikan.
“Ia betul sempat ngobrol dengan Ade Yasin. Saya sampaikan kepada Ade Yasin, bu urusan Kalan sudah selesai cuman saat itu Ade Yasin sambil jalan. Bahwa hasil laporan tersebut Ade Yasin menyampaikan genapkan Rp100 juta untuk sekolah Kalan dari yang awalnya Rp70 juta,” beber Ihsan.
Jadi waktu itu, kata Ihsan, dia dengan Anton bertemu dengan Ade Yasin dan disampaikan ke Ade Yasin soal sudah beres uang untu Kalan, tapi tidak ngeh.
“Dan saya bilang ke Ade Yasin untuk sekolah Kalan sudah selesai namun tidak ditanggapi Ade Yasin. Sebetulnya saya yang menyampaikan ke Hendra BPK Rp100 juta bukan karena Bupati,” ungkapnya.
Senada dengan Jaksa, Hakim Anggota Dodong Iman Rusdani menanyakan soal uang sekolah Kalan kepada Ade Yasin soal penyataan Ihsan yang mengklaim sudah persetujuan Ade Yasin menggenapkan uang dari Rp70 Juta menjadi Rp100 juta.
“Ada gak laporan Ihsan ke Ade Yasin kalau pak Kalan minta uang Rp70 juta untuk sekolah lalu ibu suruh bulatkan,” tanya Hakim Dodong.
Menimpal pertanyaan Hakim Dodong, Ade Yasin membantah semua pernyataan Ihsan soal penggenapan uang sekolah Kalan BPK. “Saya tidak pernah menyuruh,” singkat Ade Yasin.
Sementara itu, terdakwa Ade Yasin membeberkan sejumlah kejanggalan perkara dugaan suap terhadap BPK RI Perwakilan Jabar, yang menjeratnya. Dia menilai, dirinya dijerat dan ditarik ke dalam perkara yang ia sendiri tidak mengetahui.
Menurutnya, ia tak pernah menunjuk Person in Charge (PIC) atau orang yang bertanggung jawab terkait atas pertemuan dengan BPK.
“Tidak ada. Saya hanya normatif ke Kepala Dinas, untuk tindak lanjut. Fasilitasi BPKAD dan Inspektorat. Saya hanya tataran itu, bukan tugas saya menunjuk. Sudah tunjuk BPKAD sebagai leading sector untuk menyajikan data dan pemeriksaan,” ujar Ade Yasin kepada Majelis Hakim saat sidang berlangsung.
Kepada Majelis Hakim, Ade juga mengaku tidak tahu adanya pengumpulan uang untuk BPK atau sekadar laporan dari bawahannya di Pemkab Bogor. Dia mengaku kaget dan baru tahu adanya pengumpulan uang untuk BPK saat persidangan.
“Tidak ada laporan. Saya bingung dan tidak paham atas dakwaan saya soal penyuapan. Semua pemberian dan pengumpulan uang itu saja saya tidak tahu,” ungkapnya.
Perintah pertemuan antara BPK dan terdakwa Ihsan Ayatullah yang juga Kasubid Kasda BPKAD Kabupaten Bogor, kata Ade, bukan perintah langsung darinya.
“Perintah saya kepada kadis, untuk mengawal. Dengan Ihsan itu sama seperti saya ke staf lainnya, tidak ada keistimewaan. Ia dekat dengan kakak saya (Rahmat Yasin, mantan bupati Bogor), tapi kan bukan berarti saya juga dekat dengan teman kakak saya,” terangnya.
Sambil terisak-isak dan dengan nada meninggi, Ade Yasin menjawab sejumlah pertanyaan dari Jaksa KPK. “Pakai hati nurani-nya pak. Saya diborgol untuk kesalahan yang saya tidak tahu,” ucapnya yang disambut sorakan suara dukungan dari peserta sidang.
Meski begitu, ia mengaku lega karena puluhan saksi yang dihadirkan oleh KPK di persidangan tak ada satupun yang menyatakan dirinya terlibat dalam dugaan mengkondisikan LKPD Kabupaten Bogor untuk mendapat opini WTP.
“Semua sudah mengaku saksi tidak ada satupun mengatakan saya terlibat. Saya difitnah. Lalu cari apa lagi bu? Saya di sini mencari keadilan, saya di sini mencari kebenaran, tolong. Kalau saya menjawab tolong didengar juga,” kata Ade Yasin.
Menurutnya, dakwaan KPK yang menyebutkan, Pemkab Bogor mengkondisikan WTP agar mendapatkan dana insentif daerah (DID) tidak berdasar. Pasalnya, anggaran kelebihan pendapatan pajak Kabupaten Bogor angkanya jauh lebih besar.
“Saya itu tidak punya kepentingan pak dengan WTP, kami itu over target, tahun 2020 dan 2021 itu over target. Jadi tidak perlu lagi WTP, DID. Itu di luar kewenangan saya, karena DID saya tidak perlu lagi, karena over target,” tuturnya.
Tak hanya itu, dalam sidang kali ini Ade Yasin juga menjelaskan, penjemputan dirinya pada 27 April 2022 dini hari oleh petugas KPK bukan merupakan operasi tangkap tangan (OTT). Dirinya diminta memberikan keterangan sebagai saksi atas penangkapan anak buahnya.
Awalnya, ia tak menduga bahwa sekitar sembilan orang dengan menggunakan empat mobil yang datang ke rumah dinasnya adalah KPK. Sehingga dirinya menghubungi Kapolres serta Dandim setempat untuk meminta pendampingan.
“Saya sudah menangkap anak buah ibu, ibu diminta untuk datang ke sana. Apa tidak bisa pagi? Tidak bisa, kami nunggu 24 jam. Tidak apa-apa bu, ini hanya dimintai keterangan. Mereka tidak membuat surat keterangan apapun,” jelas Ade Yasin saat menceritakan peristiwa penjemputan dirinya.
Kemudian, Kapolres Bogor AKBP Iman Imanuddin menyarankan agar Ade Yasin ikut anggota KPK saat itu juga dengan alasan memenuhi prosedur.
“Pak Kapolres bilang tidak apa-apa bu, ikut saja. Di situ penyidik KPK sahur dulu bawa makanan sendiri, saya tidak sempat sahur. Setelah mereka sahur saya berangkat,” ujar Ade Yasin.
Setelah tiba di Kantor KPK, Ade Yasin mengaku heran ditetapkan sebagai tersangka tanpa dua alat bukti yang cukup.
“Kata penyidik, ini sudah ada pernyataan dari yang lain. Saya tidak menyangka juga dijadikan tersangka. Tiba-tiba disodorkan rompi. Saya nanya, dijadikan tersangka buktinya mana? Saya minta dua alat bukti itu tidak ada. Uang yang ada di situ pun bukan dari saya,” paparnya.
Dalam dakwaannya, Ade Yasin dinilai telah melanggar Pasal 5 ayat 1 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama. Ade Yasin juga dianggap melanggar Pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan kedua. (fuz)
Tags: ade yasin, BPK Jabar, kpk
-
Kirab Merah Putih 1001 Meter Akan Dihelat Di Kebumen, Catat Tanggalnya
-
Distributor Kopgim Tandatangan SPJB dengan Kios Pupuk Bersubsidi Bogor
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor