Bogor, Rakyatbogor.net – Sidang kasus penggelapan dengan terdakwa pengusaha asal Bandung, BS, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Cibinong, Bogor, Jawa Barat, pada Senin, 8 Juli 2024. Agenda sidang kali ini mendengarkan pendapat ahli yang dihadirkan oleh tim pembela terdakwa, salah satunya adalah Prof. DR. Mampang Panggabean, SH, MH, guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia.
Di hadapan hakim Zulkarnaen, Prof. Mampang menjelaskan unsur-unsur yang membedakan antara kategori penggelapan dan tindakan perdata. Menurutnya, unsur pidana harus dibuktikan dengan adanya tindak pidana yang jelas, meskipun tidak jarang kasus perdata ditarik ke ranah pidana. “Bisa saja terjadi, tetapi untuk sampai ke sana harus dibuktikan bagaimana terjadinya dan hubungan sebab akibatnya,” katanya.
Prof. Mampang menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menyimpulkan kapan terjadi penipuan dan penggelapan, serta kapan terjadi wanprestasi. Menurutnya, dalam hukum perdata, ketidakmampuan melakukan kewajiban yang muncul setelah adanya perjanjian bukan merupakan penipuan, melainkan wanprestasi.
Saat diwawancarai usai sidang mengenai tipisnya batas antara ranah perdata dan pidana, terutama dalam konteks Pasal 372 dan 378 KUHP, Prof. Mampang mengungkapkan bahwa banyak kasus yang seharusnya bisa diselesaikan secara perdata namun malah diseret ke ranah pidana. “Di dunia penegakan hukum kita tidak boleh terjadi seperti itu, tapi disayangkan tidak jarang ada penegak hukum yang memaksakannya, atau ada pihak tertentu yang mendesak agar kasus tetap lanjut ke pengadilan, padahal perbuatannya masuk ranah perdata,” ujarnya.
Sementara itu, penasehat hukum BS, Bernhard S.H., menyatakan bahwa pihaknya menghadirkan saksi ahli untuk memberikan pendapat hukum secara objektif dan akademis tentang fakta persidangan kasus BS. “Seperti kita mengelaborasi unsur tindak pidana penggelapan yang didakwakan kepada klien kami, yakni Pasal 372 KUHP, apakah terbukti unsur-unsur tindak pidana tersebut,” katanya.
Bernhard menjelaskan bahwa dari fakta persidangan terungkap bahwa perbuatan terdakwa BS bukanlah menerima titipan uang dari pelapor, melainkan menerima penyerahan uang sebagai hasil penjualan tanah milik iparnya tanpa adanya perjanjian dan bukti kwitansi. “Pelapor sadar telah menyerahkan uang Rp 3,1 miliar dan dalam pernyataannya, ia berjanji akan menyerahkan uang hasil penjualan tanah tersebut,” ujarnya.
Bernhard juga mempertanyakan kesahihan surat pernyataan kepala desa Suhandi yang dibuat lima tahun setelah peristiwa terjadi atas permintaan pelapor. “Saksi ahli menjelaskan bahwa menurut hukum acara pidana, surat pernyataan tersebut tidak bisa menjadi alat bukti dan kesahihannya diragukan,” tambahnya.
Sidang ini akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya untuk mengungkap kebenaran dari kasus yang melibatkan BS.
Tags: Bernhard S.H., guru besar dari Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia., MH, penasehat hukum BS, Prof. DR. Mampang Panggabean, SH
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat