Prestasi Gemilang Kejati Jabar, 68 Perkara Diselesaikan Melalui Restorative Justice

Restorative JusticePrestasi Gemilang Kejati Jabar, 68 Perkara Selesaikan Secara Damai Melalui Restorative Justice

Bandung, HRB

Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar) berhasil menyelesaikan secara damai 68 perkara tindak pidana umum melalui pendekatan restorative justice dari Januari hingga Juli 2023.

Ade Tajudin Sutiawarman, Kepala Kejati Jabar, menyampaikan bahwa program restorative justice ini merupakan inisiatif dari Jaksa Agung yang telah memberikan hasil positif.

“Kami merasa senang dengan pencapaian ini. Hingga Juli, sudah ada 68 perkara yang ditangani oleh Kejari Jawa Barat,” ujar Ade kepada para wartawan dalam jumpa pers terkait Hari Bhakti Adhyaksa ke-63 tahun 2023, yang berlangsung di kantor Kejari Jabar, Jln. L.L.R.E Martadinata, Kota Bandung, pada Kamis, 20 Juli 2023.

Ade menjelaskan bahwa penanganan melalui restorative justice di Kejati Jabar mengalami peningkatan signifikan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2022, hanya terdapat 28 perkara tindak pidana umum yang diselesaikan dengan metode restorative justice.

“Kami mencatat peningkatan sebesar 242,9 persen,” tambahnya.

Menurut Ade, permohonan penghentian perkara berbasis keadilan restorative memang menjadi prioritas utama bagi kejaksaan, terutama untuk perkara pidana umum. Dari 68 kasus yang diatasi melalui restorative justice, 4 di antaranya berkaitan dengan rehabilitasi bagi pengguna narkotika. Selain itu, terdapat juga kasus-kasus seperti pencurian, penggelapan, dan penipuan.

Baca juga:  Fokus Guru PPPK, Pemkab Bogor Tutup Perekrutan Pegawai

Adapun untuk perkara narkotika, Ade menjelaskan bahwa Kejati Jabar telah mengusulkannya dan mendapat persetujuan dari Jaksa Agung.

Neva Sari Susanti, Asisten Pidana Umum Kejati Jabar, menambahkan bahwa restorative justice dapat diberlakukan jika ancaman pidana yang dihadapi pelaku kurang dari 5 tahun penjara.

“Perhatian utama Kejati Jabar saat ini adalah memungkinkan pelaku tindak pidana untuk kembali diterima di masyarakat setelah berdamai dengan korban,” ucap Neva.

Namun, Neva menegaskan bahwa pemberlakuan restorative justice tidak dilakukan secara sembarangan. Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, seperti pelaku hanya melakukan kejahatan tersebut untuk pertama kalinya dan korban memberikan pengampunan atas perbuatannya. Dalam proses restorative justice, pihak kejaksaan juga memfasilitasi pertemuan antara pelaku dan keluarganya dengan korban dan keluarganya.

Lebih lanjut, Neva mengungkapkan bahwa kejaksaan juga melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh lainnya dalam proses restorative justice. Bahkan, beberapa kasus melibatkan kepala daerah.

“Sebagai contoh, kemarin di Purwakarta, bupatinya juga ikut hadir. Keterlibatan kepala daerah penting untuk memastikan bahwa pelaku kembali ke lingkungannya dan bertanggung jawab atas perbuatannya,” jelasnya.***

Tags: