Prostitusi, Miras dan Narkoba Meningkat di Kabupaten Bogor

Cibinong, rakyatbogor.net – Penyakit masyarakat, diantaranya prostitusi, pesta miras, dan narkoba meningkat di Kabupaten Bogor. Ironisnya, hal ini terjadi dalam rentang waktu tiga tahun, yakni 2019 hingga 2021.

Hal itu dikatakan Bupati Bogor, Ade Yasin yang mengumumkan, selama tahun 2021, jajarannya berhasil menertibkan sebanyak 2.629 kasus kemaksiatan melalui Program Nongol Babat alias Nobat. Hal itu dikatakannya dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip dari Republika, Selasa (11/1/2022).

“Angka itu berasal dari sejumlah penyakit masyarakat (Pekat) seperti prostitusi, pesta miras, dan narkoba. Karena itu, dalam rangka menjaga ketertiban umum dan memberantas kemaksiatan dengan menggencarkan Program Nobat,” kata Ade.

Lebih lanjut, Ade juga menjabarkan, program yang dijalankan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dari tahun ke tahun menunjukan angka penindakan yang meningkat. Yakni, di tahun 2019 ada 1.644 kasus dan tahun 2020 sebanyak 1.784 kasus.

Ade menyebutkan bahwa Program Nobat merupakan bagian dari Karsa Bogor Berkeadaban, yakni satu dari lima visi Pemkab Bogor yang disebut sebagai Pancakarsa. Ia menerangkan Karsa Bogor Berkeadaban merupakan program yang bertujuan meningkatkan kesalehan sosial masyarakat Kabupaten Bogor.

Program tersebut diimplementasikan pada program-program keumatan dan sosial kemasyarakatan, seperti bantuan legalitas pondok pesantren, bantuan hibah sarana keagamaan berupa pondok pesantren, masjid, musala, majelis taklim, dan pura. “Bantuan hibah untuk 288 sarana keagamaan selama tiga tahun, Pemkab Bogor telah mengeluarkan dana sebesar Rp 26,4 miliar,” kata Ade.

Diberitakan Rakyat Bogor sebelumnya, upaya Pemkab Bogor dalam memberangus angka kemaksiatan sempat dikirtik warga yang rindu dengan program Nongol Babat atau ng-tren disebut Nobat. Program pengentasan masalah sosial ini digaungkan mantan Bupati Bogor, Rachmat Yasin.

Pasalnya program ini dinilai efektif dalam memberikan efek jera kepada pelaku PMKS di Kabupaten Bogor. namun sayang, seiring berjalannya waktu, program ini kini hanya tinggal kenangan.

Padahal jika dilihat di lapangan, kondisi PMKS saat ini tak beda jauh dengan masa Nobat ‘berjaya’. Malah bertambah parah. Lihat saja bagaimana sohornya beberapa hotel-hotel kelas melati di kawasan Cibinong, yang diduga kerap dijadikan lokasi esek-esek para pelaku tuna susila melalui aplikasi Mi-Chat.

Baca juga:  Soal Proyek Jembatan Gantung, Kades Minta Eiger Perhatikan Warga Terdampak

“Program Nobat dulu begitu ditakuti oleh para para Pekerja Seks Komersial (PSK). Hampir setiap minggu selalu ada, tapi sekarang seakan tak pernah ada lagi kegiatan serupa, padahal kondisi semakin parah,” kata Pembina Yayasan As-Shibyan, Desa Rawa Panjang, Kecamatan Bojonggede, Abdul Aziz, Selasa (21/12/2021) lalu.

Kepada Rakyat Bogor, Aziz mengaku sangat miris dengan perkembangan pemuda dan pemudi Kabupaten Bogor saat ini yang banyak terjerumus dalam praktek jual diri demi sebuah gengsi. “Saya berharap, Pemkab Bogor bisa kembali mengaktifkan program Nobat seperti dulu saat,” harapnya.

Sementara itu, dari hasil penelusuran Rakyat Bogor, masalah ekonomi masih menjadi alasan utama banyak masyarakat khususnya golongan perempuan terjerembab dalam dunia hitam. Tak sedikit dari kaum hawa ini memilih jalan singkat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan ‘menjajakkan’ diri mereka.

Meski ragam upaya terus dilakukan pemerintah daerah untuk menekan angka dan jumlah wanita tuna susila di Bumi Tegar Beriman, namun fenomena jual diri di Kabupaten Bogor pun tak henti-hentinya terjadi.

Kabarnya, jumlah wanita susila yang ada di Kabupaten Bogor sekitar 2.000 an orang. Baik masyarakat pribumi maupun pendatang dari daerah tetangga, seperti Cianjur, Sukabumi, Indramayu dan lain sebagainya.

Pengamat Sosial Yusuf Mulyadi menilai, persoalan ini sulit teratasi jika ruang gerak para pelaku itu tak dipersempit oleh pemerintah daerah. Menurutnya, program Nobat yang digaungkan Pemerintah Kabupaten Bogor dulu sangatlah efektif.

Namun ia menilai program tersebut akan berjalan baik jika semua stakeholder terkait hingga masyarakat peduli dengan kondisi ini.

Keberhasilan ini tergantung dari komitmen bersama. Bagaimana kita menjaga lokasi rawan prostitusi. Utamanya di kawasan wisata atau wilayah yang ramai. Ini butuh kerjasama mulai dari pemerintah daerah, kecamatan, pemerintah desa hingga masyarakatnya,” kata Yusuf. (fuz)