Sempat Dikritik Ombudsman. Tak Mampu Urai Pencemaran, Ada Apa Pemkab Bogor?

Cileungsi, rakyatbogor.net – Pencemaran lingkungan di Timur Kabupaten Bogor bukan barang baru. Peristiwa yang sudah bisa dipastikan penyebabnya itu, selalu terjadi setiap tahun, berulang-ulang tanpa adanya sebuah solusi pasti.

Dirunut dalam dua tahun terakhir saja, ada beberapa kejadian pencemaran lingkungan yang disebabkan pabrik-pabrik yang berdiri begitu megah dan gagahnya di sana. Tapi ironisnya, seakan tak pernah serius atau takut kehilangan fulus, otoritas daerah seakan tak berdaya menghadapi taipan-taipan industri ini.

Buktinya, dalam catatan Rakyat Bogor sendiri, di tahun 2019 lalu, ada 26 aduan masyarakat terkait pencemaran ini. Diantara pengaduan itu, rata-rata tentang pencemaran lingkungan dari bahan beracun dan berbahaya (B3), pencemaran udara, gangguan getaran dan kebisingan yang dilakukan perusahaan.

Salah satu pelaporan pencemaran yang cukup menyorot perhatian adalah, Sungai Cileungsi sebagai salah satu hulu pada aliran Kali Bekasi yang berubah warna menjadi hitam pekat dengan bau menyengat dan dikeluhkan warga sekitar bantaran sungai.

Mirisnya lagi, tak hanya warga Kabupaten Bogor yang mengeluh tapi juga masyarakat Bekasi yang digemparkan dengan fenomena Kali Bekasi yang berbusa berwarna putih bak gumpalan salju. Peristiwa tersebut nampak jelas terlihat salah satunya pada aliran Kali Bekasi di diseberang Bendung Bekasi, Bekasi Timur.

Terkuaknya pencemaran ini membuka laporan lainnya. Seperti yang pernah diungkap Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) Puarman Kahar yang menyatakan terdapat 14 perusahaan yang patut diduga ikut mencemari Kali Bekasi, tepatnya di sepanjang bantaran Sungai Cikeas, Kabupaten Bogor.

Dugaan KP2C berdasarkan penelusuran langsung di sepanjang bantaran Sungai Cileungsi. Ditemukan dugaan pembuangan limbah langsung pada aliran, sehingga sungai berubah warna menjadi hitam, juga bau pekat menusuk hidung.

Puarman, mengatakan pencemaran Kali Bekasi maupun di hulunya Sungai Cileungsi mesti terus dipantau. Pihaknya meminta keseriusan dari DLH untuk mengawasi pabrik-pabrik, alih-alih diduga akan tetap melakukan pencemaran bagi yang belum tertindak apalagi memasuki musim penghujan sehingga upaya pencemaran tidak akan terlalu nampak akibat debit air yang meninggi.

Baca juga:  Legalitas Bangunan di Desa Karangasem Timur Dipertanyakan, Camat Ngaku Baru Tahu

Pencemaran ini pun disikapi Lembaga pengawasan Ombudsman RI yang ikut serta memeriksa kondisi pencemaran Sungai Cileungsi. Ketua Ombudsman RI, Perwakilan Jakarta Raya saat itu, Teguh Nugroho, menilai DLH Kabupaten Bogor tidak kompeten dalam melakukan pengawasan terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan, sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran sungai Cileungsi.

Ketidakkompetenan tersebut lantaran DLH Kabupaten Bogor tidak memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH). Padahal petugas tersebut, memiliki tugas pokok terkait pengawasan lingkungan hidup dan penyelidikan kejahatan lingkungan.

Berdasarkan penelusuran Ombudsman, selama ini, Kabupaten Bogor hanya memiliki Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam mengawasi lingkungan. Tehuh menilai PPNS sulit untuk optimal dalam mengawasi lingkungan karena bukan tenaga khusus pengawas lingkungan.

Menurutnya, PPNS sebenarnya telah melakukan upaya penindakan terhadap perusahaan-perusahaan pencemar sungai Cileungsi dengan memberikan segel namun kenyataannya berdasarkan pantauan Ombudsman perusahaan yang disegel masih bisa beroperasi.

“Dari 48 perusahan baru 6 yang disegel tapi begitu kami datang ke lapangan mereka yang enam perusahaan itu masih beroperasi karena yang menyegel bukan PPLH tapi PPNS dan untuk sampai sekarang tidak ada lagi penindakan yang dilakukan oleh DLH,” kata Teguh.

Tidak kompetennya DLH Kabupaten dalam menangani pengawasan lingkungan membuat Ombudsman mendesak pihak terkait untuk segera merumuskan penyelesaian masalah pencemaran, karena dampak pencemaran begitu buruk.

Ombudsman kemudian memberikan sejumlah rekomendasi untuk dilaksanakan yang tercatat dalam LAHP. “Kepada pihak terkait DLH kabupaten, provinsi dan KLHK mereka harus membuat perencanaan mereka terkait penyelesaian dalam pencemaran sungai Cileungsi,” katanya. (Asb/*)