Sengkarut Galian, Dilema Pemkab Bogor

galianFOTO: aktivitas galian di Kampung Wijati, RT 3/RW 7, Desa Sukanegara, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.(ASB)

Jonggol, Rakyat Bogor – Bicara soal galian tanah, mungkin Kabupaten Bogor menjadi salah satu surganya. Mulai dari Barat, Utara hingga Timur Bumi Tegar Beriman, kegiatan menggerus alam ini bisa dengan mudah ditemukan.

Namun, aktivitas ini justru menimbulkan sengkarut sekaligus dilema bagi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor. Yang pertama, adalah soal pengawasan dan izin yang sudah dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

Akibatnya, upaya penegakan aturan pun sulit dilakukan karena sering terbentur birokrasi.

Yang kedua, usaha galian ini dikelola oleh masyarakat pribumi yang tak paham dengan tata aturan penambangan. Bagi mereka, meski tak banyak namun bisa mendapatkan rezeki dari ‘bonus demografi’ sudah sangat disyukuri. Hal ini pula yang kerap menimbulkan masalah saat dilakukan penertiban.

Bahkan, karena urusan perut ini jugalah, tak jarang banyak orang yang menjadi buta aturan hingga rela menggadaikan nyawa.

Contoh kasus dari hal itu bisa dilihat dari aktivitas galian di Kampung Wijati, RT 3/RW 7, Desa Sukanegara, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor.

Di satu sisi, Pemkab Bogor melalui perangkatnya sudah berupaya melakukan tindakan prosedural, namun disisi lain, langkah ini terbentur pada sisi kewenangan.

“Itu (galian di Kampung Wijati-red) sudah kerap di tindak kecamatan dan Mako Pol PP Pemda. Tapi, sesuai aturan kewenangannya itu sudah ranah Polda Jabar,” jelas Kepala Unit Pol PP Kecamatan Jonggol, Dadang, saat dihubungi Rakyat Bogor, Rabu (15/12/2021).

Dadang juga menjelaskan, seiring dengan dileburnya Dinas ESDM beberapa waktu silam, upaya penertiban terhadap galian di Kabupaten Bogor memang terbentur pada aturan.

Menurutnya, pihak penegak Perda di Kecamatan sebagai kepanjang tanganan dari Satpol PP Kabupaten Bogor sifatnya hanya bisa melakukan peneguran dan pelaporan.

Baca juga:  Aparat Didesak Antisipasi Menjamurnya Pedagang Lotre

“Kita bekerja sesuai Tupoksi. Karena ini temuan, ranah kita hanya mendata dan melaporkan. Begitu juga dengan Satpol PP Kabupaten, setelah mendapat laporan ditindaklanjuti dengan terjun ke lapangan dan hasilnya dikoordinasikan dengan dinas terkait. Jika nanti sudah dilakukan peneguran oleh dinas terkait dan ditemukan pelanggaran aturan, maka dilimpahkan lagi ke Pol PP untuk segera disegel atau bisa saja langsung ditutup,” bebernya.

Lebih lanjut Dadang menegaskan, jika pun ada kewenangan kecamatan untuk melakukan penindakan penutupan, pihaknya memastikan tak segan-segan menutupnya.

“Kami dari kecamatan sifatnya terbatas dalam hal penindakan,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Umum Forum Reklamasi Hutan pada Lahan Bekas Tambang, Jefrrey Mulyono menambahkan, pada dasarnya tidak ada kegiatan tambang yang memuaskan secara abadi karena semua itu berdampak luas kepada masyarakat.

Untuk persoalan penambang ilegal, menurutnya ini menjadi persoalan serius yang harus ditangani pemerintah.

“Penambang itu harus orang yang mempunyai kapasitas bukan oleh masyarakat awam. Jangan hanya karena masyarakat pribumi yang dekat dengan pejabat daerah bisa seenaknya mendirikan usaha tambang. Ini harus dibenahi. Karena dampaknya sangat besar,” singkatnya saat dimintai tanggapan Rakyat Bogor, Rabu (15/12/2021).

Sekedar diketahui, aktivitas galian tanah merah di Kampung Wijati, RT 3/RW 7, Desa Sukanegara, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, diduga ilegal dan merusak alam. Upaya peneguran pun sudah dilakukan oleh Kepala Desa setempat sebanyak dua kali, namun hingga saat ini pengelola galian masih saja melakukan kegiatan penambangan. (Sab/Asb)