Cibinong, HRB – Persidangan Ade Yasin, terdakwa kasus suap Wajib Tanpa Pengecualian (WTP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat memasuki ‘episode’ ketiga.
Kali ini sidang beragendakan mendengarkan tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas eksepsi penasehat hukum terdakwa.
Aksi ‘saling salip’ argumen pun terjadi. JPU KPK Roni Yusuf pun tetap kukuh pada pendirian dengan menolak eksepsi dari kuasa hukum terdakwa. Menurutnya, eksepsi yang disampaikan penasehat hukum terdakwa sudah memasuki pokok perkara. KPK sendiri mendakwa melakukan suap BPK Jawa Barat.
“Karena sudah masuk pokok perkara. Bahwa ada juga eksepsi yang masuk ke ranah pra-pradilan,” kata Roni usai sidang di Pengadilan Tipikor di PN Bandung, Jawa Barat, Senin (25/7/2022).
Menurut dia lagi, tanggapan atas nota keberatan atau eksepsi terdakwa yang ia bacakan itu menjawab apa yang disampaikan terdakwa. Ia menganggap eksepsi yang dibacakan telah masuk ke pokok perkara dan masuk ke materi praperadilan.
“Bahwa kalau sudah ini, sudah masuk ke materi dakwaan. Karena eksepsi itu kan hanya mengenai Pasal 156 KUHP, tidak masuk ke ranah persidangan,” kata Yusuf dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang IV Soebekti ini.
Sementara itu, kuasa hukum Ade Yasin, Dinalara Butar Butar menyebutkan bahwa KPK nafsu menjerat kliennya di perkara dugaan suap BPK RI Perwakilan Jawa Barat.
“Dari dakwaan yang tidak cermat dan imajiner ini, patut diduga bahwa KPK sangat nafsu menjerat Ade Yasin meski Ihsan (anak buahnya-red) sudah jelas-jelas mengakui tak diperintah oleh Ade Yasin.
Eksepsi (nota keberatan) kami otomatis masuk ke materi pokok, karena dakwaan KPK tidak cermat atau imajiner, bahkan tak sesuai dengan alasan menangkap Ade Yasin,” ungkapnya usai sidang tanggapan atas eksepsi oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Bandung Tipikor.
Dinalara juga menyebutkan, saat peristiwa penangkapan pada 27 April 2022, KPK menjemput Ade Yasin sebagai saksi untuk dimintai keterangan.
Ade Yasin dituduh telah memberikan arahan kepada anak buah untuk mengondisikan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran (TA) 2021.
Hal itu kata Dinalara juga diumumkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri saat konferensi pers penetapan Ade Yasin sebagai tersangka pada 28 April 2022.
Namun, dalam dakwaannya, jaksa KPK menyebutkan bahwa Ade Yasin memberikan arahan kepada anak buahnya untuk mengondisikan LKPD Kabupaten Bogor TA 2020.
“KPK tak punya bukti AY kondisikan LKPD tahun 2021. Maka ditarik ke LKPD tahun 2020, itu pun tidak ada bukti kuat, hanya keterangan-keterangan saksi yang sekarang berstatus terdakwa,” kata Dinalara.
Pengacara Ade Yasin lainnya, Roynal Pasaribu kembali mengingatkan majelis hakim bisa menghadirkan terdakwa Ade Yasin di persidangan saat pemeriksaan saksi saksi. Namun hakim tetap bersikukuh belum bisa menghadirkan terdakwa pada saat pemeriksaan saksi, namun untuk agenda pemeriksaan terdakwa hakim menjanjikan akan membuat penetapan untuk menghadirkan di persidangan.
Jalannnya persidangan ini pun mendapat sorotan dari pengamat kebijakan publik dan politik, Yusfitriadi. Melalui pesan singkatnya Yus menyebut, aksi ‘saling salip’ kuasa hukum merupakan hal yang lumrah namun ia melihat sangat mungkin keputusan pengadilan di luar ekspektasi publik.
“Sehingga akan kembali meningkatkan kepercayaan publik dan semakin menguatkan trah Yasin di Kabupaten Bogor. Jika vonis pengadikan Ade Yasin tidak bersalah. Walaupun dalam pandangan saya, kemungkinan itu sangat kecil. Hanya saja sebagai warga negara yang baik kita harus memegang prinsip praduga tak bersalah. Sambil kita meminta pengadilan memutus kasus Ade Yasin dengan seadil-adilnya,” papar Yus.
Ia juga kembali menyebut, berbelitnya proses penyidikan terhadap kasus yang membelit Ade Yasin tak lain akibat sikap Ade sendiri yang sejak awal sudah membuka indikasi keterlibatan banyak pihak dengan pernyataan yang dilontarkannya yakni ‘saya dipaksa untuk bertanggungjawab terhadap perbuatan anak buah saya’ dan ‘ini merupakan Inisiatif Membawa Bencana (IMB)’.
“Sehingga ada pihak-pihak lain yang memaksa Ade Yasin dan ada pihak yang berinisiatif. Dengan pernyataan itu maka sangat wajar banyak yang dilibatkan sebagai saksi dalam kasus OTT Ade Yasin ini,” katanya.
Selain itu, Yus, sapaan akrabnya juga menyebut, kasus ini berbeda dengan kasus yang pernah menimpa sang kakak Ade Yasin, Rachmat Yasin.
“Berbeda dengan kasus RY dulu, dimana sejak awal RY sudah menutup atau meminimalisir keterlibatan pihak lain dalam pengembangan kasusnya. Sehingga tidak terlalu banyak yang diperiksa KPK,” sebutnya.
Diketahui, Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin didakwa melakukan suap kepada pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Kanwil Jawa Barat kaitan laporan keuangan. Duit yang diberikan Ade Yasin mencapai Rp 1,9 miliar.
Duit itu diberikan Ade Yasin berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Pemerintah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021.
Adapun pemberian uang yang totalnya sebesar Rp 1.935.000.000 itu diberikan dalam kurun waktu Oktober 2021 hingga April 2022.
Ade Yasin tak terima dengan dakwaan JPU KPK. Sehingga mengajukan nota keberatan atau eksepsi. Dalam eksepsinya, Ade Yasin meminta agar hakim menolak dakwaan JPU KPK. (fuz)
Tags: ade yasin, BPK Jabar, Kasus Suap WTP, kpk
-
Kirab Merah Putih 1001 Meter Akan Dihelat Di Kebumen, Catat Tanggalnya
-
Distributor Kopgim Tandatangan SPJB dengan Kios Pupuk Bersubsidi Bogor
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor