Megamendung, HRB – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kabupaten Bogor angkat bicara terkait dugaan permainan broker dalam kegiatan rapat sejumlah dinas di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor karena hanya dilaksanakan di hotel-hotel tertentu saja.
Ketua PHRI Budi Sulistiyo, mengaku tidak pernah dilibatkan ataupun diajak koordinasi dari dinas-dinas terkait kegiatan rapat maupun acara yang dilaksanakan dinas – dinas di hotel.
“Selama ini PHRI tidak pernah dilibatkan atau diajak bicara oleh dinas-dinas di Pemkab Bogor berkaitan dengan kegiatan acara maupun rapat mereka,” katanya kepada wartawan di Hotel Mars, Sabtu (18/6/2022).
Terkait tudingan yang dilontarkan salah satu pihak yang menduga ada broker dalam setiap rapat kegiatan dinas di lingkungan pemkab bogor, menurutnya hal itu, harus diselidiki terlebih dahulu kebenaranya.
“Ya harus diselidiki dulu agar asumsi yang beredar tidak semakin meluas,” katanya.
Karena, lanjut dia, hotel yang bisa dijadikan lokasi kegiatan instansi pemerintah harus memenuhi berbagai persyaratan dan terdaftar di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Namun demikian dirinya tidak menampik jika kedekatan dengan panitia kegiatan atau pejabat terkait menjadi salah satu faktor pendukung.
“Legalitas harus lengkap dan terdaftar di LPSE baru bisa menjadi lokasi kegiatan dinas, tapi ya faktor kedekatan juga diperlukan,” tandasnya.
Ia menyebutkan, dari sekian banyaknya hotel dan restoran di Kabupaten Bogor, saat ini hanya 128 hotel dan restoran yang tergabung di PHRI. Ia pun menegaskan, kegiatan rapat dinas tidak hanya dilakukan di hotel-hotel yang berada di kawasan Puncak saja, namun dilaksanakan di wilayah lainnya seperti di kawasan Sentul, dan hotel di wilayah lainnya tersebar di Kabupaten Bogor.
“Dalam menentukan lokasi acara tentu pihak panitia memiliki berbagai pertimbangan,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, seperti memilih lokasi hotel yang tidak jauh dari persimpangan Gadog dengan tujuan agar peserta rapat tidak terjebak kemacetan serta pertimbangan faktor lainnya. Dan kata dia, setiap hotel ada bagian marketing tersendiri.
“Jadi dalam mencari tamu hotel tidak selalu melalui PHRI. Akan tetapi kami berharap Pemkab Bogor melalui dinas-dinas bisa bisa melibatkan kami dalam kegiatan rapat,” harapnya.
Terpisah, Kepala Desa (Kades) Cipayung, Kecamatan Megamendung, Cacuh Budiawan turut menanggapi hal itu. Pihaknya mengaku miris karena kegiatan dinas pemkab Bogor hanya dilaksanakan di hotel tertentu saja.
Padahal pengelolaan hotel yang dilakukan Pemerintah Desa Cipayung melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bertujuan untuk mendongkrak peningkatan pendapatan desa. Dan hasilnya dipergunakan untuk pembangunan berbagai sarana dan prasarana masyarakat.
“Hotel yang dikelola BUMDes Cipayung itu diresmikan oleh Bupati Bogor, tapi kenapa tidak pernah ada rapat dinas dilaksanakan disini. Harusnya berbagi lah, kan penghasilannya untuk pembangunan wilayah bukan masuk kantong pribadi,” tegas Cacuh.
Dirinya pun berpendapat, hal itu mungkin muncul dari rasa ketakutan sejumlah pengusaha hotel terhadap kemajuan pengelolaan BUMDes yang dikhawatirkan akan menggerus pendapatan mereka.
Karena kata dia, jika hotel yang dikelola BUMDes Cipayung bisa diandalkan dalam peningkatan pendapatan desa, tidak menutup kemungkinan semua BUMDes di kawasan Puncak juga akan mengelola hotel melalui masing-masing desa.
“Apakah mungkin ada kekhawatiran jika pendapatan hotel yang dikelola BUMDes akan meningkat, sehingga merasa tersaingi,” ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Indonesia Morality Watch (IMW) Bogor Raya, Reza Mahendra berpendapat, dibanding soal legalitas dan kapasitas hotel, faktor kedekatan antara pengelola hotel dengan pejabat dan panitia kegiatan menjadi faktor yang lebih memungkinkan.
Karena itu, pihaknya meminta pihak terkait maupun aparat penegak hukum diminta menyelidiki penggunaan anggaran kegiatan dinas di hotel karena bersumber dari uang rakyat.
“Soal legalitas dan fasilitas sudah tentu dimiliki hotel-hotel yang mengeluh karena tidak pernah dijadikan lokasi rapat dinas, karena mereka mengetahui secara pasti persyaratan yang dimaksud. Faktor kedekatan itu yang menjadi persoalan saat ini. Jadi dinas terkait maupun aparat hukum mesti menyelidiki kegiatan yang dibiayai duit rakyat tersebut,” tandasnya.(wan/asz)
Tags: Budi Sulistiyo, Cisarua, hotel, Indonesia Morality Watch, Kabupaten Bogor, PHRI, Puncak, Reza Mahendra
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut