Gunung Putri, rakyatbogor.net – Pencemaran lingkungan di Timur Kabupaten Bogor menjadi sorotan. Sebab, kejadian ini bukan sekali atau dua kali terjadi, tapi sudah tahunan. Namun mirisnya, kendati sudah diketahui penyebabnya, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor seolah tanpa daya upaya.
Hal ini kontan membuat anggota Komisi III DPRD Kabupaten Bogor, Achmad Fathoni mempertanyakan keseriusan pemerintah daerah dalam menanggulangi pencemaran lingkungan yang disebabkan polusi atau limbah pabrik-pabrik tersebut.
Apa yang dikatakan politisi PKS ini bukan tanpa alasan. Sebab, kendati sudah banyak sorotan, Pemkab Bogor tetap saja hanya ‘memperkerjakan’ satu orang tenaga penyidik lingkungan hidup (PPLH).
“Urusan pencemaran lingkungan dan kerusakan alam banyak terjadi. Namun tenaga PPLH, dibiarkan hanya seorang dari kebutuhan yang seharusnya 15 orang lebih, dan sudah bertahun-tahun dibiarkan,” keluh Fathoni.
Bicara soal pencemaran, dari penelusuran Rakyat Bogor, dalam dua tahun terakhir saja, ada beberapa kejadian pencemaran lingkungan yang disebabkan pabrik-pabrik yang berdiri begitu megah dan gagahnya di sana.
Tapi ironisnya, seakan tak pernah serius atau takut kehilangan fulus, otoritas daerah seakan tak berdaya menghadapi taipan-taipan industri ini. Buktinya, dalam catatan Rakyat Bogor sendiri, di tahun 2019 lalu, ada 26 aduan masyarakat terkait pencemaran ini.
Diantara pengaduan itu, rata-rata tentang pencemaran lingkungan dari bahan beracun dan berbahaya (B3), pencemaran udara, gangguan getaran dan kebisingan yang dilakukan perusahaan.
Salah satu pelaporan pencemaran yang cukup menyorot perhatian adalah, Sungai Cileungsi sebagai salah satu hulu pada aliran Kali Bekasi yang berubah warna menjadi hitam pekat dengan bau menyengat dan dikeluhkan warga sekitar bantaran sungai.
Mirisnya lagi, tak hanya warga Kabupaten Bogor yang mengeluh tapi juga masyarakat Bekasi yang digemparkan dengan fenomena Kali Bekasi yang berbusa berwarna putih bak gumpalan salju. Peristiwa tersebut nampak jelas terlihat salah satunya pada aliran Kali Bekasi di diseberang Bendung Bekasi, Bekasi Timur.
Terkuaknya pencemaran ini membuka laporan lainnya. Seperti yang pernah diungkap Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi-Cikeas (KP2C) Puarman Kahar yang menyatakan terdapat 14 perusahaan yang patut diduga ikut mencemari Kali Bekasi, tepatnya di sepanjang bantaran Sungai Cikeas, Kabupaten Bogor.
Dugaan KP2C berdasarkan penelusuran langsung di sepanjang bantaran Sungai Cileungsi. Ditemukan dugaan pembuangan limbah langsung pada aliran, sehingga sungai berubah warna menjadi hitam, juga bau pekat menusuk hidung.
Puarman, mengatakan pencemaran Kali Bekasi maupun di hulunya Sungai Cileungsi mesti terus dipantau. Pihaknya meminta keseriusan dari DLH untuk mengawasi pabrik-pabrik, alih-alih diduga akan tetap melakukan pencemaran bagi yang belum tertindak apalagi memasuki musim penghujan sehingga upaya pencemaran tidak akan terlalu nampak akibat debit air yang meninggi.
Pencemaran ini pun disikapi Lembaga pengawasan Ombudsman RI yang ikut serta memeriksa kondisi pencemaran Sungai Cileungsi. Ketua Ombudsman RI, Perwakilan Jakarta Raya saat itu, Teguh Nugroho, menilai DLH Kabupaten Bogor tidak kompeten dalam melakukan pengawasan terhadap izin lingkungan yang telah diterbitkan, sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran sungai Cileungsi.
Ketidakkompetenan tersebut lantaran DLH Kabupaten Bogor tidak memiliki Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH). Padahal petugas tersebut, memiliki tugas pokok terkait pengawasan lingkungan hidup dan penyelidikan kejahatan lingkungan.
Berdasarkan penelusuran Ombudsman, selama ini, Kabupaten Bogor hanya memiliki Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam mengawasi lingkungan. Tehuh menilai PPNS sulit untuk optimal dalam mengawasi lingkungan karena bukan tenaga khusus pengawas lingkungan.
Menurutnya, PPNS sebenarnya telah melakukan upaya penindakan terhadap perusahaan-perusahaan pencemar sungai Cileungsi dengan memberikan segel namun kenyataannya berdasarkan pantauan Ombudsman perusahaan yang disegel masih bisa beroperasi.
“Dari 48 perusahan baru 6 yang disegel tapi begitu kami datang ke lapangan mereka yang enam perusahaan itu masih beroperasi karena yang menyegel bukan PPLH tapi PPNS dan untuk sampai sekarang tidak ada lagi penindakan yang dilakukan oleh DLH,” kata Teguh.
Tidak kompetennya DLH Kabupaten dalam menangani pengawasan lingkungan membuat Ombudsman mendesak pihak terkait untuk segera merumuskan penyelesaian masalah pencemaran, karena dampak pencemaran begitu buruk.
Ombudsman kemudian memberikan sejumlah rekomendasi untuk dilaksanakan yang tercatat dalam LAHP. “Kepada pihak terkait DLH kabupaten, provinsi dan KLHK mereka harus membuat perencanaan mereka terkait penyelesaian dalam pencemaran sungai Cileungsi,” katanya. (Asb/*)
-
Kirab Merah Putih 1001 Meter Akan Dihelat Di Kebumen, Catat Tanggalnya
-
Distributor Kopgim Tandatangan SPJB dengan Kios Pupuk Bersubsidi Bogor
-
Pengumuman PSU DPKPP
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor