Ciawi, HRB
Masih banyaknya pungutan di lingkungan sekolah menyisakan keluhan bagi para orang tua siswa. Namun, meski keluhan kerap muncul daru para orang tua siswa, pungutan dengan berbagai bentuk itu seolah tak berkesudahan, karena selalu terjadi setiap tahunnya.
Sejumlah orangtua siswa yang diwawancarai secara acak, rata-rata mengakui bahwa banyak bentuk-bentuk pungutan di sekolah anaknya yang hampir serupa dan masih terus terjadi setiap tahun. Antara lain, infaq, uang kas, sumbangan kurban, uang sampul ijazah, sumbangan pembangunan lapangan, sumbangan pembangunan masjid, biaya psikotes, sumbangan cinderamata, dan banyak lagi.
“Setiap bulan anak saya wajib bayar uang kas. Tapi diminta lagi sumbangan cinderamata untuk wali kelas saat kenaikan kelas. Nah, uang kas itu jadi fungsinya untuk apa? Belum lagi sumbangan pembangunan inilah itulah, diminta uang buat kurban juga. Padahal sekolah negeri yang katanya gratis,” ungkap Dewi, orangtua siswa di kawasan Ciawi, Kabupaten Bogor.
Hal senada dikeluhkan Basuni, orangtua siswa dari Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor. Dirinya pun mempertanyakan keterbukaan pihak sekolah maupun komite sekolah dalam pengelolaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
“Belum lama ini anak saya diminta membayar sampul ijazah Rp50 ribu. Padahal anak saya baru duduk di kelas VII. Bukan saya tidak mampu, tapi saya hanya ingin transparan saja dan apakah ada surat edaran resmi dari sekolah atau Dinas Pendidikan. Ternyata pihak sekolah tidak berani menunjukkannya,” ungkapnya.
Inggit, orang tua siswa dari sekolah lainnya, menilai segala pembiayaan dan keterbukaan informasi justru lebih baik di sekolah swasta.
“Menang biaya masuk sekolah di swasta lebih mahal di awal, tapi semua jenis pembiayaan dan peruntukannya dijelaskan dengan detail untuk satu tahun atau tiga tahun. Jadi kalau ada kegiatan renang, perpisahan, atau peringatan ini itu tidak minta lagi ke orang tua di tengah kegiatan belajar mengajar,” tuturnya.
Secara aturan, larangan pungutan di sekolah disebutkan lebih lanjut dalam Pasal 9 ayat (1) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Dasar, bahwa satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dilarang memungut biaya satuan pendidikan dasar.
Namun, di lapangan yang terjadi pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah tetap memberlakukan pungutan tersebut dengan berbagai dalih dan argumen bahwa bukan satuan pendidikan yang melakukan pungutan namun komite sekolah atas kesepakatan dengan orang tua/wali murid yang kemudian diberlakukannya pungutan tersebut dalam bentuk sumbangan.
Pungutan dan Sumbangan
Sebagaimana Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada Satuan Pendidikan Dasar, bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orang tua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar. Sedangkan sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orang tua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
Komite Sekolah
Bahwa Pasal 197 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyatakan anggota komite sekolah/madrasah berjumlah paling banyak 15 orang, terdiri atas unsur orang tua/wali peserta didik paling banyak 50%, tokoh masyarakat paling banyak 30%, dan pakar pendidikan yang relevan paling banyak 30%.
Coba introspeksi kembali kepada satuan pendidikan, apakah telah memenuhi ketentuan tersebut. Apabila unsur-unsur tersebut telah terpenuhi maka segala problematika di satuan pendidikan terkait pungutan, pengadaan buku pendamping dan seragam tidak akan terjadi di satuan pendidikan. Itulah pentingnya menyertakan orang tua/wali murid dalam pembentukan komite, tidak hanya menyertakan orangtua/wali murid ketika akan melakukan penarikan dana.
Komite sekolah sebagaimana ketentuan Pasal 3 Permendikbud 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah dapat menggalang dana dan sumber daya pendidikan lainnya dari masyarakat baik perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri maupun pemangku kepentingan lainnya melalui upaya kreatif dan inovatif.
Masyarakat dalam hal ini sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (2), yang dimaksud masyarakat adalah peserta didik, orang tua atau wali peserta didik. Selanjutnya dipertegas kembali dalam Pasal 10 ayat (2) bahwa penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.(asz)
-
Merasa Telah Tempuh Perizinan, Pemilik Resto Puncak Asri Merasa Diperlakukan Tidak Adil Oleh Pemkab Bogor
-
PWI Kabupaten Bogor Laksanakan Upacara HUT RI ke-79
-
PWI Kota Bogor Sehatkan Wartawan Lewat Program Jumat Sehat
-
Berto Tumpal Harianja : Kejanggalan Putusan PN Cibinong Harus Diusut