Terungkap di Persidangan Mendapat Tugas Khusus Selesaikan Auditor BPK, Ihsan Menjadi Tumbal?

Cibinong, HRB – Ihsan Ayatullah menjadi sorotan utama dalam sidang ke 13 kasus dugaan suap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat di ruang sidang IV R. Soebekti, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Negeri Bandung Kelas 1A Khusus, Jawa Barat, Senin 5 September 2022, kemarin.

Ihsan yang hadir menjadi saksi untuk Bupati Bogor non aktif, Ade Yasin, diberondong sejumlah pertanyaan yang cukup ‘nyelekit’ baik dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Majelis Hakim maupun Kuasa Hukum Ade Yasin. Akankah Ihsan menjadi tumbal dalam kasus ini?.

Menyikapi hal ini, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Visi Nusantara (ITB Vinus) Daniel Zukhron menilai, secara umum kepala daerah sebagai ‘aktor politik’ dengan jajaran birokrasi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.

Karena itu, ia menilai, dalam kasus ini, apa yang dilakukan Ihsan setelah menerima perintah dari pimpinannya harus dipatuhi.

“Meski tidak selalu linier, karena birokrasi punya kode etiknya sendiri dan bisa membantah perintah kepala daerah yang sifatnya hanya temporary lima tahunan, tapi tetap setiap perkembangan harus dilaporkan kepada pimpinan dalam hal ini, kepala daerah,” ujarnya, Selasa (6/9/2022) malam.

Perihal adanya ‘inisiatif’ lain yang dilakukan dalam perjalanan ‘tugas’-nya, ia melihat seharusnya hal ini menjadi tugas pimpinan dalam hal pembinaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap anak buahnya.

“Karena laporan-laporan tadi, seharusnya sebagai pimpinan bisa melihat hal-hal yang mungkin bisa dilanggar oleh anak buahnya. Artinya apa?, artinya pimpinan harus bertanggungjawab terhadap kinerja anak buah yang telah diberi kepercayaan untuk menjalankan tugasnya,” paparnya.

Kembali ke soal kasus, Zukhron mengaku tak bisa memberikan banyak pandangan karena tidak mengikuti secara detail, namun begitu ia menyebut, jika dalam setiap perkara kasus yang masuk ke persidangan, artinya sudah dipersiapkan secara matang, baik oleh penyidik maupun jaksa penuntut umum.

“Jadi, biarkan fakta-fakta yang berbicara di persidangan. Tentunya, kita berharap yang terbaik baik warga Kabupaten Bogor. Terkait bantahan pun merupakan hal yang wajar terjadi. Yang jelas, satu alat bukti saja bisa menjadi patokan para hakim untuk memberikan putusannya,” tandasnya.

Diketahui sebelumnya, dalam sidang, Ihsan dicecar pertanyaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Roni Yusuf soal aliran dana kepada Kepala Perwakilan (Kalan) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Barat, Agus Khotib.

Ihsan saat itu membeberkan soal pertanyaan Ade Yasin dengan kalimat ‘Beres San’. Kalimat yang diakui Ihsan, ia artikan bahwa Ade Yasin menanyakan uang lelah sudah diberikan semuanya atau belum.

“Karena saya sudah memberikan sepenuhnya uang lelah kepada BPK maka saya jawab beres bu. Cuman semua itu hanya asumsi saya,” dalihnya.

Mendengar hal itu Hakim Ketua Hera Kartaningsih pun kesal karena semua ucapan asumsi dari Ihsan Ayatullah soal pertanyaan Ade Yasin sudah beres atau belum tersebut.

“Memang Ihsan dulu ngobrol dengan siapa waktu itu. Kalau memang dibantah kenapa laporan BAP tidak dirubah bahkan sudah ditandatangan. Saya memahami posisi Ihsan saat ini makanya bilang itu asumsi. Itu hak saudara terserah kamu,” tegas Hera Kartiningsih.

Dalam keterangannya lagi, Ihsan juga mengaku mencatut nama Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin, untuk mendapatkan uang dari Sekretaris Dinas PUPR, Maulana Adam. Pasalnya, menurut Ihsan, ada permintaan lebih dari auditor BPK bernama Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dengan alasan untuk biaya pendidikan Agus Khotib, yang semula Rp70 juta menjadi Rp100 juta.

“Biar Maulana Adam percaya dengan saya jadi saya sebut nama ibu. Awalnya Hendra menyebutkannya 70, kemudian meminta 100 dibuletin,” ungkap Ihsan.

Pernyataan yang kemudian dibantah Ade Yasin yang mengaku heran dengan tuduhan yang dilayangkan kepada dirinya.

“Saya tidak tahu, karena yang tadi saya sebutkan kepentingan saya hanya di entri dan exit miting. Selebihnya tugas dinas masing-masing. Saya kenal Agus Khotib sebagai Kepala Perwakilan Jawa Barat, apa mungkin Kalan meminta uang segitu. Kalan itu kelasan-nya Gubernur,” paparnya.

Baca juga:  Aktivis Desak Kasus Dugaan Korupsi RSUD Bogor Utara Harus Sampai ke Pengadilan

Sebelumnya, JPU KPK, Roni Yusuf kepada bertanya kepada Ihsan Ayatullah, terkait biaya Pendidikan Kalan BPK Jawa Barat.

“Terkait dengan uang untuk pendidikan Kalan BPK Jawa Barat, Agus Khotib disini ada komunikasi pada tanggal 12 Oktober 2021 antara Ihsan Ayatullah dengan Maulana Adam, benar?” tanya Roni kepada Ihsan.

Bahkan dikatakan Roni, dalam komunikasi tersebut, Ihsan sudah melaporkan kepada Ade Yasin soal permintaan Kasub Auditorat Jabar III/pengendali teknis Anthon Merdiansyah untuk kontribusi biaya sekolah Kalan sebesar Rp70 juta dari Pemkab untuk.

“Kemudian AY menyuruh untuk menggenapkan menjadi Rp100 juta ini pertemuan pada 12 Oktober 2021,” kata Roni, saat membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Ihsan Ayatullah.

Lebih lanjut disebutkan Roni, pada tanggal 28 Oktober 2021 terjadi pertemuan antara Ade Yasin dengan Anton. Sehingga, apakah artinya permintaan uang sekolah Kalan itu sebelum Ade Yasin bertemu dengan Anton?.

“Iya sebelum Anton ketemu dengan Ade Yasin, saya pernah sekali melaporkan kepada Ade Yasin pada bulan Oktober 2021 terkait dengan urusan uang sekolah Kalan BPK sudah selesai,” jawab Ihsan, saat itu. Dengan begitu, lanjut Roni, artinya uang sekolah Kalan yang diminta Anton sudah selesai diberikan.

“Iya betul sempat ngobrol dengan Ade Yasin. Saya sampaikan kepada Ade Yasin, bu urusan Kalan sudah selesai cuman saat itu Ade Yasin sambil jalan,” aku Ihsan lagi.

Lantas Ihsan menuturkan, dari hasil laporan tersebut Ade Yasin menyampaikan genapkan Rp100 juta untuk sekolah Kalan dari yang awalnya Rp70 juta. Sehingga, ketika itu dirinya bersama Anton bertemu dengan Ade Yasin dan disampaikan ke Ade Yasin soal biaya pendidikan Kalan BPK Jawa Barat yang sudah beres, tapi Bupati Bogor saat itu tidak fokus dengan laporan tersebut.

“Saya bilang ke Ade Yasin untuk sekolah Kalan sudah selesai, namun tidak ditanggapi Ade Yasin. Sebetulnya saya yang menyampaikan ke Hendra BPK Rp100 juta bukan karena Bupati,” tutur Ihsan.

Sementara itu Hakim Anggota, Dodong Iman Rusdani juga menanyakan soal uang sekolah Kalan kepada Ade Yasin, terkait pernyataan Ihsan yang mengklaim biaya pendidikan Kalan BPK Jawa Barat dari Rp70 juta dibulatkan menjadi Rp100 juta, karena persetujuan Ade Yasin.

“Ada gak laporan Ihsan ke Ade Yasin kalau pak Kalan minta uang Rp70 juta untuk sekolah lalu ibu suruh bulatkan,” tanya Hakim Dodong.

Menjawab pertanyaan tersebut, Ade Yasin jelas membantah semua pernyataan Ihsan soal pembulatan jumlah biaya sekolah Kalan BPK Jawa Barat. “Saya tidak pernah menyuruh,” kata Ade Yasin singkat.

Pada kesempatan ini, Ade Yasin juga menegaskan, jika sejatinya Pemkab Bogor tak perlu mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) dari pemerintah pusat.

Karena itu, ia menyebut dakwaan KPK yang menyebutkan Pemerintah Kabupaten Bogor mengkondisikan WTP agar mendapatkan DID tidak tidak berdasar. Pasalnya, anggaran kelebihan pendapatan pajak Kabupaten Bogor angkanya jauh lebih besar.

“Saya itu tidak punya kepentingan Pak dengan WTP, kami itu over target, tahun 2020 dan 2021 itu over target. Jadi tidak perlu lagi WTP, DID. Itu di luar kewenangan saya, karena DID saya tidak perlu lagi, karena over target,” ungkap Ade Yasin yang hadir secara offline di ruang sidang bersama tiga terdakwa pemberi suap lainnya, yakni Kasubid Kasda BPKAD Kabupaten Bogor Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Maulana Adam dan PPPK pada Dinas PUPR Rizky Taufik Hidayat. (fuz)

Tags: ,